Kamis, 19 Maret 2015

UPAYA PELESTARIAN LINGKUNGAN



UPAYA PELESTARIAN LINGKUNGAN
A.    Hadit Tentang  Upaya Pelestarian Lingkungan
·         Larangan Menelantarkan Lahan (LM 992 dan 994)

حَدِ يْثُ جَا بِرُيْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا ,نَمَى الفَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ عَنِ اْلمُخَا بَرَةِ وَالمحُاَ قَلَةِ وَعَنِ
المُزَا بَنَةِ وَ عَنْ بَيْعِ الثَّمَرِ حَتَّى يَبْدُ وَ صَلاَ حُهَا, وَ اَنْ لاَ تُبَاعَ اِلاَّ بِا الدِّيْنَارِ وَ الدِّرْ هَمِ اِلاَّ الْعَرَايَا     (اخر جه البخا رى)
حَدِيْثُ اَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ,قَالَ:قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ :مَنْ كَا نَتْ لَهُ اَزْضٌ فَلْيَزْرَ عْهَا اَوْ لِيَمْنَحْمَا اَ خَاهُ فَاِ نَ اَبَى فَلْيُمْسِكْ اَزْضَهُ ( اَخْرَ جَهُ اْلبُخَا رِى فِ)  
·         Pohon yang ditanam yang dimakan pihak lain adalah sedekah (LM 1001)
حَدِيْثُ اَنَسٍ رضى الله عنه قَالَ: مَامِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ اَوْيَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ اَوْاِنْسَانٌ اَوْبَهِيْمَةٌ اِلاَّكَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ. (اخرجه البخارى فى كتاب المزاعة)
B.     Terjemahan Hadits
·         Al Lu’lu’ wal marjan 992
Hadist Jabir bin Abdullah r. a. , dimana Nabi SAW melarang jual beli secara perjanjian pengolahan tanah dengan bagi hasil tertentu (mukhabarah), secara memperkirakan sewaktu masih diladang sawah (muhaqalah), secara borongan tanpa diketahui takaran dan timbangannya (muzabanah) dan melarang jual beli buah buahan sebelum terlihat baik (matang)nya. Dan hendaklah jangan dijual (buah-buahan) itu, melainkan dengan dinar dan dirham, kecuali yang sudah Nampak. ( HR. Bukhari)
·         Al Lu’lu’ wal marjan 994
Hadis Abu Hurairah ra. Dimana ia berkata : “ Rasulullah SAW bersabda :” barang siapa yang memiliki tanah maka hendaknya ia menanaminya atau memberikannya kepada saudaranya, lalu apabila ia enggan maka hendaknya ia memelihara tanahnya itu. (HR. Bukhari)
·         Al Lu’lu wal marjan 1001
Hadis Anas ra. Ia berkata : “ Rasulullah SAW. Bersabda : “ tidaklah seorang muslim yang menanam suatu tanaman baik tanaman tahunan atau tanaman musiman, lalu tanamannya dimakan oleh burung atau manusia atau binatang melainkan hal itu merupakan sadaqah bagi penanamnya. (HR. Bukhari)

C.    Mufrodad
Hadis Al Lu’lu’ wal marjan 992
اْلمُخَا بَرَةِ        : mukhabarah
 وَالمحُاَ قَلَةِ       : muhaqalah
 وَعَنِالمُزَا بَنَةِ     : muzabanah
بَيْعِ الثَّمَرِ       : jual beli buah
 حَتَّى يَبْدُ       : sebelum terlihat
 صَلاَ حُهَا      :baik / matangnya
  لاَ تُبَاعَ        :jangan dijual
اِلاَّ              : kecuali
 بِا الدِّيْنَارِ      : dengan dinar
  الدِّرْ هَمِ      : dirham
Hadis Al Lu’lu’ wal marjan 994

فَلْيَزْرَ عْهَا      : menanaminya
 اَوْ لِيَمْنَحْمَا    : atau memberikan
 اَ خَاهُ          : saudaranya
 فَاِ نَ اَبَى       : apabila ia enggan
 فَلْيُمْسِكْ اَزْضَهُ : maka hendaknya ia memelihara tanahnya itu
Hadis Al Lu’lu’ wal marjan 1001
يَغْرِسُ           : tanaman musiman
 اَوْيَزْرَعُ زَرْعًا    : tanaman tahuanan
 فَيَأْكُلُ مِنْهُ     : lalu tanamannya dimakan
 طَيْرٌ           : burung
 اَوْاِنْسَانٌ        : atau manusia
 اَوْبَهِيْمَةٌ        : atau binatang
صَدَقَةٌ          : sedekah

D.    Pesan Dasar
Pesan dasar dari  kitab Al Lu’lu’ wal marjan no. 992 ,dijelaskan bahwa Rasulullah SAW melarang  jual beli secara perjanjian, pengolahan tanah dengan bagi hasil tertentu (mukhabarah), secara memperkirakan sewaktu masih diladang sawah (muhaqalah), secara borongan tanpa diketahui takaran dan timbangannya (muzabanah) dan melarang jual beli buah buahan sebelum terlihat baik (matang)nya. Rasulullah menganjurkan membeli  suatu barang yang sudah jelas barangnya dan membayarnya langsung dengan uang.
Pesan dasar dari kitab Al Lu’lu’ wal marjan no. 994, dijelaskan bahwasanya apabila ada seseorang  yang memiliki tanah maka hendaknya ia menanaminya atau memberikannya kepada saudaranya, lalu apabila ia enggan maka hendaknya ia memelihara tanahnya itu.
Pesan dasar dari kitab Al Lu’lu’ wal marjan no. 1001, apabila ada  seorang muslim yang menanam suatu tanaman baik tanaman tahunan atau tanaman musiman, lalu tanamannya dimakan oleh burung atau manusia atau binatang dan seseorang itu memperbolehkan, maka baginya adalah seperti bersedekah.

E.     Pendapat para Ulama’
Al-Muhallab menyimpulkan bahwa barangsiapa menanam di tanah orang lain, maka tanaman itu untuk orang yang menanam dan dia berhak meminta kepada pemilik tanah untuk memberikan upah bagi pekerjaan seperti itu.
Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid menjelaskan bahwa segolongan fuqoha tidak membolehkan menyewakan tanah. Mereka beralasan dengan hadits Rafi’ bin Khuday yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dalam kitab Al-Muzara’ah :
 “ Bahwasanya Nabi S.a.w. melarang menyewakan lahan “ (HR. Bukhori)
Sedangkan jumhur ulama membolehkan, tetapi imbalan sewanya haruslah dengan uang (dirham atau dinar) selain itu tidak boleh. Ada lagi yang berpendapat boleh dengan semua barang, kecuali makanan termasuk yang ada dalam lahan itu. Berbagai pendapat yang lain seperti yang dikemukakan Ibnu Rusyd bahwa dilarang menyewakan tanah itu lantaran ada kesamaran didalamnya. Sebab kemungkinan tanaman yang diusahakan di atas tanah sewaan itu akan tertimpa bencana, baik karena kebakaran atau banjir. Dan akibatnya si penyewa harus membayar sewa tanpa memperoleh manfaat apapun daripadanya.
Al-Imam Abu Zakariyya Yahya Ibn Syarof An-Nawawiy -rahimahullah- berkata menjelaskan faedah-faedah dari hadits yang mulia ini, “Di dalam hadits-hadits ini terdapat keutamaan menanam pohon dan tanaman, bahwa pahala pelakunya akan terus berjalan (mengalir) selama pohon dan tanaman itu ada, serta sesuatu (bibit) yang lahir darinya sampai hari kiamat masih ada. Para ulama silang pendapat tentang pekerjaan yang paling baik dan paling afdhol. Ada yang berpendapat bahwa yang terbaik adalah perniagaan. Ada yang menyatakan bahwa yang terbaik adalah kerajinan tangan. Ada juga yang menyatakan bahwa yang terbaik adalah bercocok tanam. Inilah pendapat yang benar. Aku telah memaparkan penjelasannya di akhir bab Al-Ath’imah dari kitab Syarh Al-Muhadzdzab. Di dalam hadits-hadits ini terdapat keterangan bahwa pahala dan ganjaran di akhirat hanyalah khusus bagi kaum muslimin, dan bahwa seorang manusia akan diberi pahala atas sesuatu yang dicuri dari hartanya, atau dirusak oleh hewan, atau burung atau sejenisnya”.

F.      Analisa

Dari ungkapan Nabi S.a.w. pada hadits kedua diatas bahwa yang menganjurkan bagi pemilik tanah hendaklah menanami lahannya atau menyuruh saudaranya (orang lain) untuk menanaminya. Ungkapan ini mengandung pengertian agar manusia jangan membiarkan lingkungan (lahan yang dimiliki) tidak membawa manfaat baginya dan bagi kehidupan secara umum. Memanfaatkan lahan yang kita miliki dengan menanaminya dengan tumbuh-tumbuhan yang mendatangkan hasil yang berguna untuk kesejahteraan pemiliknya, maupun bagi kebutuhan konsumsi orang lain. Hal ini merupakan upaya menciptakan kesejahteraan hidup melalui kepedulian terhadap lingkungan.
Seorang muslim yang menanam tanaman tak akan pernah rugi di sisi Allah -Azza wa Jalla-, sebab tanaman tersebut akan dirasakan manfaatnya oleh manusia dan hewan, bahkan bumi yang kita tempati. Tanaman yang pernah kita tanam lalu diambil oleh siapa saja, baik dengan jalan yang halal, maupun jalan haram, maka kita sebagai penanam tetap mendapatkan pahala, sebab tanaman yang diambil tersebut berubah menjadi sedekah bagi kita. Satu diantara perkara yang tak akan terputus amalannya bagi seorang manusia, walaupun ia telah meninggal dunia adalah Sedekah Jariyah, sedekah yang terus mengalir pahalanya bagi seseorang. Para ahli ilmu menyatakan bahwa sedekah jariyah memiliki banyak macam dan jalannya, seperti membuat sumur umum, membangun masjid, membuat jalan atau jembatan, menanam tumbuhan baik berupa pohon, biji-bijian atau tanaman pangan, dan lainnya. Jadi, menghijaukan lingkungan dengan tanaman yang kita tanam merupakan sedekah dan amal jariyah bagi kita –walau telah meninggal- selama tanaman itu tumbuh atau berketurunan.
Al-Imam Ibnu Baththol -rahimahullah- berkata: "Ini menunjukkan bahwa sedekah untuk semua jenis hewan dan makhluk bernyawa di dalamnya terdapat pahala". [Lihat Syarh Ibnu Baththol (11/473)]

G.    Nilai Pendidikan
Adapun nilai pendidikan yang dapat diambil dari hadits-hadits diatas tentang upaya pelestarian lingkungan yaitu :
1.      Larangan melakukan mukhobarah, muhaqalah, muzabanah, dan larangan menjual buah-buahan sebelum buah itu matang/tua.
2.      Anjuran untuk menanami lahan yang kosong baik ditanami sendiri ataupun diberikan kepada saudaranya.
3.      Perintah untuk bersedekah.

H.    Kesimpulan
Dari hadis diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
Hadist Jabir bin Abdullah r.a. ini merupakan larangan menelantarkan lahan, karena hal ini termasuk perbuatan yang tidak bermanfaat.
Dalam menelantarkan lahan, Rosulullah S.a.w. menyarankan untuk memanfaatkan dan mengupah orang lain untuk mengelolahnya.
Seseorang yang memiliki lahan haruslah memanfaatkannya sebagaimana mestinya, apabila tidak bisa memanfaatkannya maka akan lebih baik jika diserahkan kepada saudaranya atau orang lain yang lebih bisa memanfaatkan lahan tersebut. Tetapi jika orang tersebut tidak merelakan lahannya untuk dikerjakan oleh saudaranya atau pun orang lain maka ia harus memanfaatkannya dengan baik dan tidak menelantarkannya.

I.       Daftar Pustaka
Fuad Abdul Baqi, Muhammad. 1996. Al-Lu’lu’ wal Marjan. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
g-06.blogspot.com/2011/03/hadits-tentang-upaya-pelestarian.html

Tidak ada komentar: