Jumat, 20 Maret 2015

HADITS KEPEDULIAN SOSIAL



HADITS KEPEDULIAN SOSIAL

A.  Membuang duri dari jalanan

1.    Bunyi hadits di dalam Kitab Lu’lu’wal Marjan 1682
حَدِيْثُ أَبِي هُرَيْرَةَ, أَنَّ رَسُولَ اللَّه قَال(( بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِي بِطَرِيقٍ  وَجَدَ غُصْنَ شَوْكٍ عَلَى الطَّرِيقِ فَأَخَّرَهُ فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ )).
Artinya : Hadits  dari Abu Hurairah RA. Bahwasanya Rasulullah SAW. Beliau bersabda : ketika seseorang menelusuri jalan, dia mendapati kayu berduri, kemudian ia menyingkirkannya dari jalan, lalu Allah membalas perbuatan baiknya dan mengampuni dosanya. ( HR. Bukhori )

2.    Mufrodat
Berjalan di suatu jalan : يَمْشِى بِطَرِيْقٍ
3.    Pesan dasar
Hadits di atas menunjukkan bahwa dalam Islam, sekecil apapun perbuatan baik akan mendapat balasan dan memiliki kedudukan sebagai salah satu pendukung akan kesempurnaan keimanan seseorang.
Duri dalam konotasi secara sekilas menunjukkan pada sebuah benda yang hina. Akan tetapi, jika dipahami lebih luas, yang dimaksud dengan duri di sini adalah segala sesuatu yang dapat membahayakan pejalan kaki, baik besar maupun kecil. Hal ini semacam ini mendapat perhatian serius dari Nabi saw. sehingga dikategorikan sebagai salah satu cabang daripada iman, karena sikap semacam ini mengandung nilai kepedulian sosial, sedang dalam Islam ibadah itu tidak hanya terbatas kepada ibadah ritual saja, bahkan setiap ibadah ritual, pasti di dalamnya mengandung nilai-nilai sosial.
Di samping hal tersebut di atas, menghilangkan duri dari jalan mengandung pengertian bahwa setiap muslim hendaknya jangan mencari kemudlaratan, membuat atau membiarkan kemudlaratan. Hal ini sesuai dengan sabda Rasul SAW. yang dijadikan sebuah kaidah dalam Ushul Fiqh:
لاَضَرَارَ وَلاَ ضِرَارَ
Janganlah mencari kemudlaratan dan jangan pula membuat kemudlaratan.
Membiarkan duri di jalan atau sejenisnya berarti membiarkan kemudlaratan atau membuat kemudlaratan baru, jika adanya duri tersebut awalnya sengaja disimpan oleh orang lain.





4.                Pendapat Ulama
Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin menerangkan bahwa yang dimaksud dari imaathotul adzaa anith thoriq (menyingkirkan gangguan dari jalan) adalah menyingkirkan apa saja yang mengganggu para  pemakai jalan di antaranya adalah batu, duri, pecahan kaca dan lainnya. Ketika kita membaca hadits ini lalu kita melihat kenyataan, maka kita akan mendapati setidaknya dua problem :


Yang    pertama
Kalau menyingkirkan duri di jalan adalah serendah-rendah iman menurut penilaian rosululloh  shollallohu alaihi wasallam, lalu bagaimana dengan orang yang dengan sengaja menebar paku di jalan dengan tujuan ban kendaraan baik motor atau mobil bocor, yang kemudian sering terjadi aksi perampokan sebagaimana yang sering kita baca di mas media atau dengan bocornya ban menyebabkan para penambal ban mendapatkan    rizki

Yang    kedua
Di saat kita berniat melaksanakan hadits yang agung ini, yaitu menyingkirkan duri atau paku di jalan, sungguh akan menemui kendala yang luar biasa. Bagaimana tidak ? Sebagai contoh Paku-paku yang bertebaran di  jalan luar biasa banyaknya sehingga ketika seorang polisi pada pagi hari merazia paku di jalan, ternyata dalam waktu singkat terkumpul paku sebanyak 3 kg.

5.                Kerangka Teoritik
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,ia mengatakan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ”Setiap persendian manusia ada sedekahnya setiap hari di mana matahari terbit di dalamnya, kamu mendamaikan di antara dua orang adalah sedekah,kamu membantu seseorang untuk menaikkannya di atas kendaraannya atau mengangkatkan barangnya di atasnya adalah sedekah, kalimat yang baik adalah sedekah, pada tiap-tiap langkah yang kamu tempuh menuju shalat adalah sedekah, dan kamu membuang gangguan dari jalan adalah sedekah.”(HR.al-Bukhari ,no.2989 dan Muslim, no 1009)
Imam an -Nawawi rahimahullah,berkata:
Sabdanya, كُلُّ سُلاَمَى مِنَ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ (Setiap persendian manusia ada sedekahnya).Sulama (persendian) ialah anggota tubuh manusia. Beliau menyebutkan bahwa semuanya berjumlah 360 anggota, tiap-tiap anggota darinya ada sedekahnya setiap hari. Setiap amalan kebajikan berupa tasbih, tahlil,takbir atau langkah menuju shalat adalah sedekah. Siapa yang menunaikan dua rakaat pada awal harinya, maka ia telah menunaikan zakat badannya lalu ia memelihara sisanya. Disebutkan dalam hadits bahwa dua rakaat Dhuha menduduki kedudukan hal itu.
Allah berfirman (yang artinya), “Wahai manusia, shalatlah untukKu empat rakaat diawal siang, maka Aku mencukupimu pada akhirnya.” (Hadits shahih riwayat Ahmad 6/451 dan dishahihkan oleh al – Albani dalam Shahih al Jami’ no 4339)

Imam Ibnu Daqiq al-‘Id rahimahullah,berkata:
Sabdanya, سُلاَمَى dengan dhammah sin dan meringankan lam, bermakna persendian dan anggota tubuh. Disebutkan dalam Shahih Muslim bahwa semuanya berjumlah 360.
Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam bersabda:
“Sesunguhnya Allah menciptakan setiap manusia dari Bani Adam dengan 360 persendian. Barangsiapa yang bertakbir, bertahmid, bertahlil, bertasbih dan beristighfar serta menyingkirkan batu dari tengah jalan, duri atau tulang dari tengah jalan yang dilewati manusia, menyuruh yang ma’ruf atau mencegah yang mungkar sebanyak 360 persendian tersebut, maka ia berjalan pada hari itu dalam keadaan telah mengentaskan dirinya dari neraka.” (Shahih Muslim, no: 1007)
Al-Qadhi Iyadh mengatakan, ”Pada asalnya istilah untuk tulang telapak tangan, jari-jari dan kaki, kemudian dipergunakan untuk istilah semua tulang tubuh dan pesendiannya.”
Menurut sebagian ulama,maksudnya ialah sedekah tarhib wa tarhib (anjuran) bukan kewajiban dan keharusan. Disebutkan dalam Syarh an-Nawawi ‘ala Shahih Muslim, 7/95, ”Sedekah nadb watarghib (anjuran)” .Mungkin inilah yang benar, wallahu a’lam.
Sabdanya, تَعْدِلُ بَيْنَ اثْنَيْنِ صَدَقَةٌ  Kamu mendamaiakan diantara dua orang adalah sedekah. Yakni mendamaikan diantara keduanya dengan adil.
Dalam hadits lain dari riwayat Muslim disebutkan,
يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِصَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى
“Setiap hari tiap-tiap persendian seseorang dari kalian ada sedekahnya. Setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah ,setiap takbir adalah sedekah, menyuruh yang ma’ruf adalah sedekah, mencegah yang mungkar adalah sedekah, dan cukup dari itu (semua) dua rakaat Dhuha yang dikerjakannya.” (HR.Muslim,no. 720)
Yakni dua rakaat sudah mencukupi dari sedekah-sedekah anggota tubuh ini karena shalat adalah amalan untuk semua anggota tubuh.Jika ia mengerjakan shalat,maka semua anggota tubuh melakukan tugasnya.Wallahu a’lam.
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah,berkata:
Sabdanya, كُلُّ سُلاَمَى مِنَ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ، كُلُّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيْهِ الشَّمْسُ (Setiap persendian manusia ada sedekahnya setiap hari di mana matahari terbit di dalamnya).Yakni setiap anggota tubuh dan persendian manusia ada sedekahnya.
كُلُّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيْهِ الشَّمْسُ (Setiap hari dimana matahari terbit didalamnya).Yakni harus disedekahi setiap hari dimana matahari terbit di dalamnya. Sabdanya , كُلُّ سُلاَمَى ( setiap persendian ) adalah mubtada’ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ (ada sedekahnya) adalah kalimat khabar mubtada’ dan كُلُّ يَوْمٍ adalah zharf. Artinya setiap kali hari tiba maka setiap persendian manusia diharuskan bersedekah yang ditunaikannya sebagai rasa syukur kepada Allah ta’aala atas nikmat sehat dan kehidupan. Sedekah ini bukan sedekah harta saja tetapi bervariasi.
تَعْدِلُ بَيْنَ اثْنَيْنِ صَدَقَةٌ (Kamu mendamaikan diantara dua orang adalah sedekah).Yakni kamu menjumpai dua orang yang sedang berselisih lalu kamu memutuskan di antara keduanya dengan adil maka ini sedekah. Dan ini sedekah paling utama, berdasar Firman Allah Ta’aala
لا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka,kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah atau berbuat ma’ruf atau mengadakan perdamaian diatara manusia.” ( An Nisa’: 114)
وَتُعِيْنُ الرَّجُلَ فِي دَابَّتِهِ فَتَحْمِلُهُ عَلَيْهَا أَوْ تَرْفَعُ لَهُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ (Kamu membantu seseorang untuk menaikkannya di atas kendaraannya atau mengangkat barangnya di atasnya adalah sedekah).
Ini juga termasuk sedekah, kamu membantu saudaramu sesama muslim berkenaan dengan tunggangannya baik kamu menaikkannya di atas kendarannya jika ia tidak mampu melakukannya sendiri, maupun kamu menaikkan barangnya di atas kendaraannya. Ini juga sedekah,karena ini perbuatan baik dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ (Kalimat yang baik adalah sedekah).Kalimat yang baik ialah semua kalimat yang mendekatkan diri kepada Allah, seperti tasbih, tahlil, takbir, tahmid, menyuruh yang ma’ruf, mencegah yang mungkar, membaca Al -Qur’an, mengajarkan ilmu dan selainnya. Setiap kalimat yang baik adalah sedekah.
وَبِكُلِّ خُطْوَةٍ تَمْشِيْهَا إِلَى الصَّلاَةِ صَدَقَةٌ (Pada tiap-tiap langkah yang kamu tempuh menuju shalat adalah sedekah). Disebutkan dalam Shahihain dari hadits Abu Hurairah bahwa jika manusia berwudhu dengan sempurna dirumahnya, kemudian keluar dari rumahnya menuju masjid, ia tidak keluar kecuali untuk shalat, maka “Tidaklah ia melangkah satu langkah melainkan Allah meninggikan untuknya dengannya satu derajat dan menghapuskan darinya dengannya satu kesalahan.”
وَ تُمِيْطُ اْلأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ صَدَقَةٌ (Dan kamu membuang gangguan dari jalan adalah sedekah).
Membuang gangguan artinya membuang gangguan dari jalan.
Gangguan (اْلأَذَى ) ialah segala yang menganggu orang yang melintas berupa air, batu, pecahan kaca, duri atau selainnya. Baik yang mengganggu mereka itu berasal dari tanah atau mengganggu mereka dari atas. Semisal bila di sana terdapat ranting-ranting pohon yang menjuntai yang mengganggu manusia lalu ia membuangnya, maka itu adalah sedekah.

6.    Nilai Pendidikan
Kisah di atas banyak sekali mengandung nilai-nilai pendidikan yang sangat berharga, di antaranya:
1.    Besarnya keutamaan menyingkirkan gangguan dari jalan kaum muslimin dan adanya pahala yang besar yang diberikan bagi siapa saja yang melakukannya.
2.    Luasnya rahmat Allah subhanahu wa ta’ala dan agungnya pahala yang disiapkan buat hamba-hamba-Nya yang beriman. Allah subhanahu wa ta’ala memasukkan laki-laki tersebut ke dalam surga sekaligus dengan sebab amalannya yang sedikit, yaitu menyingkirkan gangguan dari jalan kaum muslimin, karena memang seseorang masuk surga itu berkat fadilah Allah subhanahu wa ta’ala yang dianugerahkan kepadanya, bukan sekadar karena amalan yang ia perbuat. Seandainya bukan karena fadilah Allah subhanahu wa ta’ala, tentulah tidak ada seorang pun yang dapat masuk surganya Allah subhanahu wa ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Dekatkanlah diri kalian kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan tepatilah kebenaran. Ketahuilah, bahwa tidaklah salah seorang dari kalian akan selamat (dari neraka) dengan amalnya.” Mereka mengatakan, “Apakah engkau juga demikian, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Demikian juga aku. Hanya saja, Allah telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepadaku.” (H.R. Muslim, No. 2816)
3.    Pepohonan yang boleh ditebang dan dibuang adalah pepohonan yang mengganggu kaum muslimin. Adapun apabila bermanfaat bagi kaum muslimin seperti pohon yang digunakan untuk berteduh manusia maka tidak boleh ditebang, kecuali apabila ada maslahat tertentu. Bahkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mendorong kaum muslimin untuk menanam tanaman-tanaman atau tumbuhan yang dapat berbuah dan bermanfaat bagi manusia.
4.    Kisah di atas sekaligus merupakan peringatan keras kepada sebagian manusia yang tidak hanya enggan menyingkirkan gangguan dari jalan tetapi justru membuang sampah-sampah rumahnya dan sisa-sisa makanan mereka ke jalan-jalan yang dilewati kaum muslimin. Akibatnya, hal itu dapat mengganggu dan menghambat saudaranya yang lain yang melewati jalan tersebut. Seandainya mereka mengetahui pahala yang akan diberikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala kepada siapa saja yang mau ikhlas berbuat baik kepada sesama kaum muslimin, tentulah mereka tidak akan berbuat sedemikian itu.


B.  Melapangkan orang lain

1.      Bunyi Hadits di dalam Kitab An Nawawi 23

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَمَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِماً سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كاَنَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ. وَمَنْ سَلَكَ طَرِيْقاً يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْماً سَهَّلَ اللهُ بِهِ طَرِيْقاً إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوْتِ اللهِ يَتْلُوْنَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُوْنَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِيْنَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ، وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ، وَمَنْ بَطَأَ فِي عَمَلِهِ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ. متفق عليه 

Artinya
“ Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Siapa yang menyelesaikan kesulitan seorang mu’min dari berbagai kesulitan-kesulitan dunia, niscaya Allah akan memudahkan kesulitan-kesulitannya di Hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitann niscaya akan Allah mudahkan baginya di dunia dan akhirat dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim Allah akan tutupi aibnya di dunia dan akhirat. Allah selalu menolong hamba-Nya selama hamba-Nya menolong saudaranya. Siapa yang menempuh jalan untuk mendapatkan ilmu, akan Allah mudahkan baginya jalan ke syurga. Suatu kaum yang berkumpul di salah satu rumah Allah membaca kitab-kitab Allah dan mempelajarinya di antara mereka, niscaya akan diturunkan kepada mereka ketenangan dan dilimpahkan kepada mereka rahmat, dan mereka dikelilingi malaikat serta Allah sebut-sebut mereka kepada makhluk disisi-Nya. Dan siapa yang lambat amalnya, hal itu tidak akan dipercepat oleh nasabnya. (Muttafaq alaih).

  1. Mufrodat
Orang muslim  = المسلم
اًخو=bersaudara 
المسلم= terhadap orang muslim yang lain
  1. Pesan dasar
Dari hadits tersebut terdapat pesan dasar sebagai berikut:
a.         Barang siapa yang membantu seorang muslim dalam menyelesaikan kesulitannya, maka akan dia dapatkan pada hari kiamat suatu kemudahan dari kesulitan di hari yang sangat sulit tersebut.
b.         Sesungguhnya pembalasan disisi Allah ta’ala sesuai dengan jenis perbuatannya.
c.         Berbuat baik kepada makhluk merupakan cara untuk mendapatkan kecintaan Allah ta’ala.
d.        Meluruskan niat dalam rangka mencari ilmu dan ikhlas di dalamnya agar tidak menggugurkan pahala sehingga amal dan usahanya sia-sia.
e.         Banyak sekali balasan dari Allah Swt, kepada orang yang senang membantu sesama kaum muslim.
f.          Bisa menambah kedekatan persaudaraan sesama muslim.

  1. Pendapat ulama
Alawi Abbas al-Maliki dan Hasan Sulaiman al-Nuri dalam kitabnya “Ibanatul Ahkam Syarh Bulughul Maram” menjelaskan kita harus selalu memperhatikan sesama muslim dan memberikan pertolongan jika seseorang mendapatkan kesulitan.

  1. Kerangka teoritik
1)      Melepaskan kesusahan bagi orang seorang muslim
Melepaskan kesusahan orang lain mengandung makna yang sangat luas, bergantung kepada kesusahan yang sedang diderita oleh orang tersebut. Jika saudara-saudaranya termasuk orang miskin sedangkan ia berkecukupan (kaya), ia harus menolongnya dengan cara memberikan bantuan atau memberikan pekerjaan sesuai dengan kemampuannya; jika saudaranya sakit ia berusaha menolongnya dengan cara membantu membawa ke dokter atau meringankan biayanya; jika suadaranya dililit utang, maka ia membantu memberikan jalan keluar, baik dengan cara memberi bantuan untuk melunasinya atau memberi arahan yang akan membantu dalam mengatasi utang saudaranya.
Orang muslim membantu meringankan kesusahan saudaranya yang seiman, beriman telah menolong hamba Allah yang disukai oleh-Nya, dan Allah swt., pun akan memberi pertolongan-Nya serta menyelamatkannya dari berbagai kesusahan, baik dunia maupun akhirat sebagaimana firman Allah swt.
  1. إِنْ تَنْصُرُوْا اللهَ يَنْصُرْكُمْ .... (مـحمد : 7)
“Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Allah pun akan menolong kamu semua…” (Q.S. Muhammad : 7)

2)      Menutupi Aib Orang Mukmin serta Menjaga Orang Lain dari Berbuat Dosa
Orang mukmin pun harus menutupi aib saudaranya, apalagi ia tahu bahwa orang yang bersangkutan tidak akan senang apabila rahasianya diketahui oleh orang lain. Namun, demikian juga aib tersebut berhubungan dengan kejahatan yang telah dilakukannya, ia tidak boleh menutupinya. Jika itu dilakukan berarti telah menolong orang lain dalam hal kejahatan, sehingga orang tersebut terhindar dari hukuman. Menolong orang lain dalam kejahatan berarti sama saja, ia telah melakukan kejahatan. Perbuatan itu sangat dicelka dan tidak dibenarkan dalam Islam. Sebagaimana firman-Nya:
  1. ... وَلاَ تَعَاوَنُوْا عَاَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ... (الـمائدة : 2)
“…Janganlah kamu saling tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan…” (Q.S. Al-Maidah : 2)
Dengan demikian, jika melihat seseorang akan melakukan kejahatan atau dosa, maka setiap mukmin harus berusaha untuk mencegahnya dan menasihatinya. Jika orang tersebut terlanjur melakukannya, maka suruhlah untuk bertaubat, karena Allah swt. Maha Pengampun lagi Maha Penerima Taubat. Tindakan tersebut merupakan pertolongan juga, karena berusaha menyelamatkan seseorang dari adzab Allah swt.
Yang paling penting dalam melakukan perbuatan yang dianjurkan syara’, seperti menolong atau melonggarkan kesusahan orang lain, adalah tidak mengharapkan pamrih dari orang yang ditolong, melainkan ikhlas semata-mata didasari iman dan ingin mendapat ridla-Nya.
Beberapa syari’at Islam seperti sahalat, puasa, zakat, dan yang lainnya, di antaranya dimaksudkan untuk memupuk jiwa kepedulia sosial terhadap sesama mukmin yang berada dalam kesusahan dan kemiskinan.
Orang yang memiliki kedudukan harta yang melebih orang lain hendaknya tidak menjadikannya sombong atau tinggi hati, sehingga tidak memperhatikan orang lain yang sedang membutuhkan pertolongan. Pada hakikatnya Allah swt. menjadikan adanya perbedaan seseorang dengan yang lainnya adalah untuk saling melengkapi. Sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya:
أَهُمْ يَقْسِمُوْنَ رَحْمَةَ رَبِّكَ، نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَّعِيْشَتَهُمْ فِى الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لَّيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا ... (الزخرف : 32)
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? kami Telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami Telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain…” (Q.S. az-Zukhruf : 32)

Di dunia ini dengan adanya orang yang senang dengan kekayaan atau kedukannya, dan ada pula orang-orang yang susah karena kemiskinannya, hal ini merupakan kehendak Allah swt. untuk keseimbangan kehidupan di dunia. Dapat dibayangkan jika semua orang kaya, siapa yang akan menjadi petani atau mengerjakan pekerjaan kasar yang biasa dikerjakan oleh orang-orang kecil. Begitu pun sebaliknya, jika semuanya miskin, kehidupan di dunia akan kacau.
Dengan demikian, pada hakikatnya hidup di dunia adalah saling membantu dan mengisis, ketentraman pun hanya akan dapat diciptakan jika masing-masing golongan saling memperhatikan dan menolong satu sama lain, sehingga kesejahteraan tidak  hanya berada pada satu golongan saja.
Perintah agar kaum muslimin peka dan peduli terhadap orang lain juga dicerminkan melalui syariat penyembelihan hewan qurban. Hal itu tergambar dari doa yang dibaca setelah hewan qurban disembelih, yang berbeda dengan penyembelihan hewan biasa, sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dari Siti Aisyah, disunahkan membaca doa, yang artinya:
“Dengan menyebut nama Allah, ya Allah terimalah (Qurban ini) dari Muhammad, keluarga Muhammad dan Ummat Nabi Muhammad saw.”
Memperbaiki kesejahteraan merupakan salah satu di antara tiga cara dalam memprebaiki keadaan masyarakat, sebagaimana diungkapkan oleh Abu Hasan dalam kitab “Adab ad-Dunya wa ad-Din”, yakni menjadikan manusia taat; menyatukan rasa dalam hal kesenangan dan penderitaanl dan menjaga dari hal-hal yang akan mengganggu stabilitas kehidupan.
Sebagaimana telah dibahas di atas, peduli terhadap sesama tidak hanya dalam masalah materi saja, tetapi dalam berbagai hal yang menyebabkan orang lain susah. Jika mampu, setiap muslim harus berusaha menolong sesamanya.Sesungguhnya Allah swt. akan selalu menolong hamba-Nya, selama hamba-Nya menolong dan membantu sesama saudaranya.


6.                Nilai pendidikan
Dari hadits tersebut terdapat nilai-nilai pendidikan yang bisa kita ambil, yaitu:
a.         Memohon pertolongan kepada Alla ta’ala dan kemudahan dari-Nya, karena ketaatan tidak akan terlaksana kecuali karena kemudahan dan kasih sayang-Nya.
b.         Selalu membaca Al Quran, memahaminya dan mengamalkannya.
c.         Keutamaan duduk di rumah Allah untuk mengkaji ilmu.
d.        Tidak ada kerugian bagi orang yang suka menolong sesama
e.         Apabila kita secara ikhlas mau memudahkan urusan orang lain, Insya Allah urusan kita juga akan dimudahkan oleh Allah.

C. Masuk neraka karena menganiaya kucing
                                                                                                                                                                                    1. Bunyi Hadits
 حديث عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِى اللهُ عَنْهُ, اَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَ اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَمَ قَالَ: عُدِّبَتِ امْرَاًةَ فِى هِرَّةِ
 سَجَنَتَهَاحَتَّى مَاتَتْ, فَدَخَلَتْ فِيْهَا النَّارَ. لَاهِىَ اَطْعَمَتْهَا, وَلَا سَقَتْهَا, اِدْ حَبَسَتْهَا. وَلَا هِىَ تَرَكَتْهَا تَاًكَلُ مِنْ خُشَاسِ الْاَرْضِ.

Abdullah bin Umar berkata: Nabi Muhammad SAW bersabda: Seorang wanita telah disiksa disebabkan kucing yang dikurung sampai mati, sehingga ia masuk neraka sebab tidak diberi makan, minum ketika dikurung, juga tidak dilepas untuk mencari makanan dari binatang-binatang bumi yang menjadi makanannya.
Sumber: Lu’lu’ Walmarjan (1683)
2.    Mufrodatnya:
menahannya = سَجَنَتَهَاحَتَّى
sampai= مَاتَتْ
mati=  تَرَكَتْهَا
meninggalkannya= تَاًكَلُ
3.                     Pesan dasar
Islam adalah agama rahmatan lil alamin. Islam tidak saja memberikan aturan kerja (manual) bagi hubungan manusia dengan Penciptanya, atau dengan sesama manusia, namun juga dengan binatang dan tumbuhan. Dalam banyak ayat didalam Al Quran, Allah telah banyak memberikan peringatan kepada manusia agar senantiasa menjaga alam, menyayangi binatang dan merawat tumbuhan, serta melarang untuk berbuat kerusakan dimuka bumi. Ayat keempat puluh satu surat Ar Ruum, “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, agar Allah merasakan pada mereka sebagian akibat perbuatannya, agar mereka kembali”, memperingatkan para pemegang HPH yang semena-mena merusak hutan, pengusaha pertambangan yang rakus, ataupun eksploitator laut yang melampaui batas.

4.        Pendapat Ulama
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Hadits ini menunjukkan diharamkannya membunuh kucing dan diharamkan mengurungnya tanpa diberi makanan dan minuman. Adapun dimasukkannya dia ke dalam neraka adalah karena perbuatan itu. Zahir hadits menunjukkan bahwa perempuan tersebut beragama Islam, meskipun demikian dia masuk neraka gara-gara menyiksa seekor kucing.” (lihat Syarh Muslim [7/347])
Beliau juga menegaskan, “Maksiat ini bukanlah dosa kecil, bahkan dia bisa berubah menjadi dosa besar apabila dilakukan secara terus-menerus.” (lihatSyarh Muslim [7/348])
Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-’Ash radhiyallahu’anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sayangilah [sesama] niscaya kalian pun akan disayangi. Berikanlah ampun/maaf maka niscaya kalian pun akan diampuni oleh Allah…” (HR. Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Tidaklah dicabut rasa kasih sayang kecuali dari orang yang celaka.” (HR. Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad)
Dari Jarir radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang tidak menyayangi manusia maka Allah ‘azza wa jalla tidak akan menyayanginya.” (HR. Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad)
Imam Ibnu Baththal rahimahullah berkata mengomentari hadits ini, “Di dalamnya terkandung dorongan untuk menaruh kasih sayang kepada segenap makhluk, tercakup di dalamnya orang beriman dan orang kafir, serta binatang yang dimilikinya maupun binatang yang bukan miliknya.” (lihat Syarh Shahih al-Adab al-Mufrad [1/490])
Sebagian tabi’in mengatakan, “Barangsiapa yang banyak dosanya hendaklah dia suka memberikan minum. Apabila dosa-dosa orang yang memberikan minum kepada seekor anjing bisa terampuni, maka bagaimana menurut kalian mengenai orang yang memberikan minum kepada seorang beriman lagi bertauhid sehingga hal itu membuatnya tetap bertahan hidup!” (lihat Syarh Shahih al-Adab al-Mufrad[1/500])

5.        Kerangka Teoritik
Riwayat tersebut tidak menunjukkan bahwa Rasulullah menyayayangi binatang kucing, tetapi akibat menyia-nyiakan binatang piaraan seperti kucing pun akan mendapatkan adzab di akhirat. Sebenarnya bukan hanya kucing, menyia-nyiakan semua binatang peliharaan seperti burung, ikan dan lain-lain juga bisa menyebabkan datangnya adzab Allah.
Demikian juga hadis lain yang menunjukkan bahwa jilatan kucing tidak najis;
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ َقَالَ إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجَسٍ إِنَّهَا مِنَ الطَّوَّافِينَ عَلَيْكُمْ وَالطَّوَّافَاتِ
Dari Abu Qatadah bahwa Rasulullah SAW bersabda tentang kucing,”Sesungguhnya (kucing itu) tidaklah najis karena dia termasuk yang berkeliling di antara kamu. (HR. An-Nasa’i, Abu Daud)
Bahkan diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah berwudhu dari air yang telah diminum oleh kucing.
عَنْ عَائِشَةَ َقَالَتْ إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجَسٍ إِنَّمَا هِيَ مِنْ الطَّوَّافِينَ عَلَيْكُمْ وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ بِفَضْلِهَا
Dari Aisyah ra sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda,’(Kucing) itu tidaklah najis, dia termasuk binatang yang berkeliling di antara kalian”. Dan aku (Aisyah) melihat Rasulullah SAW berwudhu dengan air bekas jilatan kucing’. (HR. Abu Daud).
Hadis-hadis di atas juga tidak mengindikasikan Rasulullah menyayangi kucing. Rasulullah hanya menyebutkan bahwa kucing adalah binatang jinak yang banyak bergaul (berkeliling) di antara manusia.
Tetapi seandainya ada riwayat yang shahih tentang hal ini, kita perlu ingat bahwa Rasulullah manusia biasa yang diberi wahyu. Sebagai manusia biasa beliau memiliki sifat-sifat kemanusiaan, seperti menyukai sesuatu. Dalam hal yang bukan brada di dalam wilayah syari’ah hal ini bisa ditiru dan bisa pula tidak. Tetapi dalam masalah syari’at, apa yang dialakukan, dikatakan dan ditetapkan oleh Rasulullah harus diikuti.
Lebih jauh lagi Rasulullah memberikan teguran keras pada penyiksa binatang. Said bin Jubair mengatakan bahwa ia pernah melihat bersama Ibnu Umar sekelompok pemuda yang memasang ayam betina untuk dijadikan sasaran latihan memanah. Demi melihat Ibnu Umar mereka bubar dan Ibnu Umar berkata, “Siapakah yang berbuat ini? Sesungguhnya Nabi Saw. mengutuk orang yang berbuat begini”. Sementara itu Abu Hurairah (bapaknya kucing kecil), julukan Rasulullah bagi seorang sahabat perawi hadits yang menyayangi dan senantiasa membawa kucing kecil kemanapun ia pergi, berkata bahwa Nabi Saw. bersabda, ”Ada seorang perempuan masuk neraka lantaran kucing yang ia ikat di dalam rumah, dimana ia tidak memberinya makan dan minum dan tidak melepaskannya agar kucing itu bisa makan dari sampah (yang ada diatas) bumi, sehingga kucing itu mati”. 

6.        Nilai Pendidikan
Allah memerintahkan manusia untuk sayang pada hewan-hewan. Banyak nama-nama surat dalam Al Quran yang mengambil tamsil dan pelajaran dari perilaku binatang, mulai dari yang baik hingga yang berbuat kerusakan. Ada al Baqarah (sapi betina), al An’aam (binatang ternak), an Nahl (lebah), an Naml (semut), al Ankabuut (laba-laba), al ‘Aadiyaat (kuda perang) dan juga al Fiil (gajah).
Binatang diciptakan oleh Allah untuk dimanfaatkan oleh manusia sebagai makanan, pembantu pekerjaan atau perjalanan manusia. Namun demikian, bukan berarti manusia bebas memperlakukan mereka. Diriwayatkan dari Hasan al-Bashri, bahwa pada suatu pagi Rasulullah berjalan melewati seekor unta yang diikat. Setelah beliau menyelesaikan urusannya dan kembali lewat jalan itu, beliau melihat unta itu masih diikat. Kemudian beliau bertanya kepada pemilik unta itu, “Apakah kamu tidak melepas dan tidak memberi makan unta itu sepanjang hari?” Pemilik unta itu menjawab, “Tidak”. Beliau bersabda kepadanya, “Ingatlah, nanti pada hari kiamat unta itu akan mempersalahkan ini kepada Allah”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menyampaikan kepada kita bahwa kita meraih pahala dengan berbuat baik kepada binatang. Jika dia enggan memberinya makan yang menjaganya, maka dia harus melepasnya dan membiarkannya bebas di bumi Allah yang luas. Ia pasti mendapatkan makanan yang bisa menjaga hidupnya. Lebih-lebih, Allah telah menyediakan rizki bagi kucing tersebut dari sisa-sisa makanan orang, begitu pula serangga-serangga yang ditangkapnya.
Pelajaran dan faedah kisah di atas
1.      Besarnya dosa orang-orang yang menyiksa binatang dan menyakitinya dengan memukul dan membunuh. Wanita ini masuk Neraka karena dia menjadi sebab kematian seekor kucing.
2.      Boleh menahan (memelihara) binatang seperti kucing, burung, dan sebagainya, jika diberi makan dan minum. Jika tidak mampu atau tidak mau, maka hendaknya melepaskannya dan membiarkannya pergi di bumi Allah yang luas untuk mencari rizkinya sendiri.
3.      Di Akhirat, manusia diadzab sesuai dengan perbuatannya di dunia. Wanita ini diserang oleh seekor kucing di Neraka dengan mencakari tubuhnya karena perbuatannya didunia yang menyiksa kucing tersebut
D.  Menyantuni Anjing

1.        Teks dan Terjemah Hadits
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِيْ فِى الطَّرِيْقِ اشْتَدَّ عَلَيْهِ الْعَطْشُ فَوَجَدَ بِئْرًا، فَنَزَلَ فِيْهَا فَشَرِبَ ثُمَّ خَرَجَ فَإِذَا كَلْبٌ يَلْهَثُ الثَّرَى مِنَ الْعَطْشِ فَقَالَ الرَّجُلُ: لَقَدْ بَلَغَ هذَا الْكَلْبُ مِنَ الْعَطْشِ مِثْلَ الَّذِيْ كَانَ قَدْ بَلَغَ مِنِّيْ ، فَنَزَلَ الْبِئْرَ فَمَلأَ خُفَّهُ مَاءً ثُمَّ أَمْسَكَهُ بِفِيْهِ حَتَّى رَقِيَ فَسَقَى الْكَلْبَ فَشَكَرَ اللهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ. قَالُوْا يَارَسُوْلَ اللهِ وَإِنَّ لَنَا فِى الْبَهَائِمِ أَجْرًا؟ فَقَالَ: فِى كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرًا. متفق عليه (محي الدين أبي زكريّا يحيى بن شرف النواوي " رياض الصالحين" فى باب "كثرة طروق الخير، ص، 78)
Dari Abu Hurairah ra. Sesungguhnya Rasullah saw. Telah bersada, ”pada suatu saat seorang pejalan kaki yang lagi kehausan menemukan sebuah sumur, yang kemudian ia turun ke dalamnya untuk mengambil air dan meminumnya, kemudian ia naik lagi. Ketika itu, dia menemukan seekor anjing yang kehausan sedang menjilati rerumputan kering saking hausnya. Orang tersebut berkata, ”anjing ini kehausan sebagaimana yang dirasakan olehku”. Kemudian orang tersebut turun lagi ke dalam sumur dan memenuhi sepatunya (dengan air), kemudian dibawanya dengan gigit, lalu ia memberi minum kepada anjing tersebut. Maka Allah menerima perbuatan orang tersebut dan memberikan ampunan kepadanya. Para sahabat berkata, ”Apakah bagi kami dalam (mengasihi) binatang ada pahala?” Beliau menjawab, ”Dalam setiap hewan yang memiliki jantung basah (hidup) terdapat pahala.” (Sepakat ulama hadits).

2.        Mufrodat
حديث اَبْىِ هُرَيْرَةَ, قاَلَ: قَالَ اَلنَّبِى صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَم بينما كلب يطيف بركية كاد يقتله العطش ,    اد راًته البغى من بغايا بنى اسرايل, فنزعت موقها, قسقته, فغفر لهابه.(متفق عليه)
Artinya:
Abu Hurairah berkata, Nabi SAW bersabda: Ketika ada anjing berputar-putar diatas sumur hampir mati kehausan, tiba-tiba dilihat oleh seorang wanita pelacur dari Bani Isarail, maka segera ia membuka sepatunya lalu digunakan menimba air sumur lalu diminumkan pada anjing itu, maka Allah mengampunkan baginya.
Sumber: Lu’lu’ Walmarjan (1448)
3.             Pesan dasar
Dalam pandangan Islam, anjing memang dinyatakan najis bahkan ada di jajaran najis mughallazhah, akan tetapi sebagai manusia yang menganut agama rahmat, memandang anjing jangan dilihat dari sisi najisnya, tapi dari sisi manfaat yang dimiliki oleh hewan tersebut. Dan perlu diketahui pula bahwa menyayangi binatang termasuk salah satu aspek akhlak Islam, yaitu akhlak terhadap lingkungan dan hewan

4.             Pendapat Ulama
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam kitabnya “Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah wa Syaiun min Fiqhiha wa Fawaa’idiha (Silsilah Hadits Shahih)” secara istimewa telah memberikan ruang tersendiri berkenaan bab khusus hadits-hadits Nabi saw. tentang seruan untuk menyayangi hewan. Dalam pengantar bab tersebut, Syaikh Nashiruddin al-Albani mengatakan,
…Hadits-hadits itu menunjukkan betapa besar perhatian orang-orang terdahulu saran-saran Nabi s.a.w. tentang kasih sayang terhadap hewan. Walaupun hakekatnya semua itu (kumpulan hadits-hadits tersebut) masih sedikit sekali porsinya, ibarat setetes air di lautan. Namun hal itu telah memberikan alasan yang cukup kuat bahwa Islam mengajarkan untuk menyayangi hewan, tidak seperti apa yang diduga oleh orang-orang yang sedikit pengetahuannya tentang Islam…

5.             Kerangka Teoritik
Dalam QS. Al-Anbiya, Allah swt. berfirman:
وَمَآ أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِّلْعَالَمِيْنَ (الأنبياء:107)
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam“ (Q.S. al-Anbiyaa’ 21:107)
Ayat ini menjadi salah satu dasar ajaran bagaimana seharusnya seorang muslim berperilaku dalam kehidupan sosialnya di masyarakat. Tak hanya memberikan manfaat yang baik bagi sesama manusia (hablumminannaas), tetapi juga flora dan fauna di alam semesta ini. Salah satu media untuk melatih sifat rahmatan lil’alamin bagi muslim adalah dengan menyayangi hewan.
Hal ini bisa terlihat dari beberapa cuplikan hadits Nabi yang berisi seruan untuk menyayangi hewan dan larangan berbuat dzalim terhadap mahluk-mahluk Tuhan khususnya hewan, seperti halnya pada hadits di atas.

Syaikh Nashiruddin al-Albani pun menyindir tentang kesalahpahaman non muslim yang beranggapan Islam tidak pernah mengajarkan kasih sayang kepada hewan, hal ini diakibatkan pula karena realitas sosial dari kalangan muslim yang tidak atau belum mengamalkan seutuhnya seruan Nabi Muhammad saw. dalam memberikan perhatian khusus terhadap dunia hewan.
1.        Yang dimaksud dengan hewan yang ditolong adalah hewan yang dihormati yang tidak diperintahkan untuk dibunuh. Memberi minum pada hewan itu akan meraih pahala. Memberi makan juga termasuk bentuk berbuat baik padanya. Demikian penjelasan dari Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim (14: 214).
2.        Boleh bersafar seorang diri tanpa membawa bekal selama tidak khawatir kesulitan berat saat safar. (Fathul Bari, 5: 42).
3.        Hadits di atas juga berisi motivasi untuk berbuat baik pada manusia. Jika dengan memberikan minum pada anjing bisa mendapatkan pengampunan dosa, maka memberi minum pada manusia tentu pula akan mendapatkan pahala yang besar. (Idem)
4.        Boleh memberikan sedekah sunnah pada orang musyrik selama tidak ada yang muslim. Namun jika ada, ia lebih berhak. (Idem)
5.        Jika ada hewan yang butuh minum, manusia pun demikian, maka manusia yang lebih didahulukan. (Idem)
6.        Memberikan minum pada hewan yang membutuhkan termasuk pula anjing akan menuai pahala dan terhapusnya dosa.
7.        Besarnya karunia Allah dan keluasan rahmat-Nya. Dia membalas dengan balasan yang besar atas perbuatan yang sedikit. Allah mengampuni dosa orang tersebut hanya dengan sedikit perbuatan, yaitu dengan memberi minum anjing.
8.        Seorang muslim pelaku dosa besar tidak divonis kafir. Bisa jadi Allah mengampuni dosa besar tanpa taubat karena dia melakukan kebaikan yang dengannya Allah mengampuninya. Wanita pezina itu diampuni bukan karena taubatnya, namun karena dia memberi minum anjing, sebagaimana hal itu jelas terlihat dari hadits. Tidak mengkafirkanseorang muslim karena suatu dosa adalah sesuatu yang ditetapkan di dalam syariat Taurat, juga dalam syariat Islam.
7.        Nilai Pendidikan
Dalam pandangan Islam, anjing memang dinyatakan najis bahkan ada di jajaran najis mughallazhah, akan tetapi sebagai manusia yang menganut agama rahmat, memandang anjing jangan dilihat dari sisi najisnya, tapi dari sisi manfaat yang dimiliki oleh hewan tersebut. Dan perlu diketahui pula bahwa menyayangi binatang termasuk salah satu aspek akhlak Islam, yaitu akhlak terhadap lingkungan dan hewan.










Daftar Pustaka
1.      Lu’lu’ wal Marjan: 1488,1682,1683
2.      An Nawawi.23
3.      Kuliner akal:Hadits-Hadits Pendidikan)
4.      Muslim or.id


Tidak ada komentar: