Minggu, 21 Agustus 2011

PANDANGAN UMUM

FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL

TERHADAP

RAPERDA RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN

DAN RAPERDA PENYERTAAN MODAL

Bismillahirrahmanirrahim

Assalaamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh

Yang kami hormati Saudara Ketua dan Para Wakil Ketua DPRD Boyolali ;

Yang kami hormati Saudara Bupati, Wakil Bupati dan Anggota Muspida Boyolali

Yang kami hormati Kepala Kejaksaan Negeri, Ketua Pengadilan Negeri (atau yang mewakili)

Yang kami hormati Sdr plt Sekreatris Daerah, Staf Ahli, Sekretaris DPRD, Para Asisten Bupati, Kepala Dinas, Kepala Badan, dan Kepala Kantor Kabupaten Boyolali

Yang kami hormati Para Anggota DPRD Kabupaten Boyolali dan hadirin sekalian yang berbahagia ;

Alhamdulillah, puji dan syukur Kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan nikmat, rahmat dan karunia-Nya sehingga Kita dapat hadir dalam Rapat Paripurna DPRD hari ini untuk menyusun pekerjaan besar bagi masa depan Boyolali dengan harapan Allah meridhoi usaha kita. Salawat dan salam senantiasa terlimpahkan kepada junjungan Kita Nabi Muhammad SAW, para sahabat dan keluarganya, serta para pengikutnya sehingga sunnah-sunnah beliau menjadi inspirasi dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah Boyolali yang kita cintai ini.

Sebelumnya menyampaikan pandangan umum atas dua ranperda RTRW dan penyertaan modal ini izinkan, FPAN menyampaikan keprihatinan yang mendalam atas penanganan bencana merapi baik pada masa tanggap darurot maupun pasca erupsi merapi. Keprihatinan ini kita sampaikan melihat kondisi korban bencana merapi yang sampai saat ini belum menerima hak-hak sebagai pengungsi pada masa tanggap darurat maupun rehabilitasi dan rekonstruksi pasca erupsi merapi. Salah satu hal yang membuat prihatin adalah belum di cairkan dana jatah hidup untuk lauk pauk kepada para pengungsi maupun korban bencana yang besarnya mencapai kurang lebih 2 milyard yang berasal dari pemerintah provinsi. Oleh karena FPAN pada kesempatan ini meminta konfirmasi, mengapa hal ini bisa terjadi dan apakah ada aturan yang menghambat sehingga jadup sebagai hak pengungsi maupun korban merapi belum di realisasikan. Dan juga persoalan yang menyangkut penanganan bencana lahar dingin terkesan pemerintah Kabupaten Boyolali sangat lambat dalam menanganinya, meski upaya-upaya telah dilakukan, maka kami FPAN memohon Pemerintah Boyolali lebih serius lagi, khusus BPBD kabupaten Boyolali yang telah di bentuk.

Hadirin Rapat Paripurna yang berbahagia,

Setelah membaca naskah akademik dan draf ranperda rencana tata ruang wilayah, FPAN mengajak untuk menyimak kembali UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, serta UU No 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Dan Perlindungan Lingkungan Hidup. PP no.15 tahun 2010 tentang penyelenggaraan penataan ruang, Perda Provinsi Jawa tengah No.6 tahun 2010 tentang RTRW Provinsi Jawa Tengah, bahwa yang dimaksudkan tata ruang wilayah adalah kebijakan dalam menetapkan lokasi kawasan yang dilindungi, lokasi pengembangan kawasan budidaya yang di dalamnya termasuk kawasan produksi dan pemukiman, pola jaringan prasarana wilayah yang akan di kembangkan sesuai prioritas dalam kurun waktu perencaanaan.

Berangkat pemahaman tentang tata raung wilayah diatas, maka tujuan disusunnya peraturan daerah mengenahi rencana tata ruang adalah sebagai berikut;

  1. Terselenggaranya pemanfaatan ruang yang berwawasan lingkungan berlandaskan wawasan nusantara dan Ketahanan Nasional;
  2. Terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya.
  3. Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk :
    • mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur, dan sejahtera;
    • mewujudkan keterpaduan dalam penggunaaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia;
    • meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia;
  4. Mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan (contoh yang paling sering kita alami adalah banjir, erosi eruspsi, dan sedimentasi); dan
  5. Mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan

Oleh karena dalam penyusunan Tata Ruang , minimal ada tiga prinsip dasar atau kaidah yang patut diperhatikan. Pemenuhan prinsip dasar ini juga dapat digunakan sebagai indikator untuk mengukur tingkat kerentanan dan implikasi terhadap pelaksanaan Tata Ruang. Secara sederhana prinsip dasar penyusunanan RTRW ini digunakan untuk menjamin keberlangsungan hak-hak dasar masyarakat agar terhindar dari dampak negatif pelaksanaan sebuah Tata Ruang. Tiga Prinsip dasar tersebut antara lain:

1. Prinsip berkelanjutan secara Ekologi ; Artinya dalam penyusunan RTRW kabupaten Boyolali haruslah memperhatikan pola pemanfaatan Ekologi (lingkungan), sehingga tidak menyebabkan kerusakan ekologi/ lingkungan yang akan berdampak negatif pada kehidupan masyarakat di sekitarnya. Prinsip ini dapat diukur dengan menggunakan beberapa indikator antara lain;

· Tidak melakukan eksploitasi yang destruktif terhadap sumber daya alam, seperti tambang galian C,

· Tidak melakukan konversi atau merubah fungsi suatu kawasan atau ekosistem yang akan mengakibatkan terjadinya bencana banjir dan tanah longsor, terganggunya eksistensi (keberadaan) masyarakat dan dapat menghilangkan mata pencaharian masyarakat,

· Tidak merubah fungsi status kawasan yang memang benar-benar harus dilindungi dan sudah diatur dalam peraturan negara,

· Tidak mengkonversi lahan pertanian yang subur untuk dialih fungsikan perumahaman atau kawasan industri dalam skala besar dengan pola monokultur yang memang tidak sesuai dengan karakteristik lokal.

2. Prinsip berkelanjutan secara ekonomi. Artinya RTRW harus menjamin dan memperhatikan keberadaan keberadaan ekonomi tradisional pada suatu wilayah atau kawasan tertentu. Prinsip ini dapat diukur dengan beberapa indikator, antara lain

· Memberdayakan usaha atau industri kecil serta menolong sistem ekonomi kerakyatan berbasis lokal,

· Menjamin hasil produksi dan pengelolaan untuk hasil-hasil pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan dan kerajinan,

· Menyediakan sarana dan prasarana untuk peningkatan ekonomi kerakyatan.

3. Prinsip berkelanjutan secara Sosial-Budaya. Artinya dalam penyusunan RTRW harus tetap menjamin keberadaan atau hak-hak masyarakat untuk berkembang dan sudah menjadi tradisi masyarakat. Prinsip ini dapat diukur dengan beberapa indikator antara lain;

· Adanya dukungan pemerintah Boyolali kepada masyarakat dalam mengembangkan sosial-budayaan seperti di karakteristik masyarakat selo, masyarakat pengging, masyarakat Tumang, ampel dll;

· Penyelamatan peninggalan-peninggalan objek bersejarah;

· Penguatan kontrol sosial terhadap kebudayaan asing oleh masyarakat;

· Penguatan peraturan-peraturan di masyarakat lokal tentang pengembangan pertanian, perikanan dalam pengelolaan wilayahnya;

· mengedepankan peran aktif pemuda dan peran perempuan dalam pengambilan keputusan-keputusan politik, serta;

· Mengedepankan musyawarah dalam setiap penyelesaian masalah.

Rapat Paripurna dewan yang terhormat,

Memperhatikan dasar-dasar filosofis yang di jadikan acuan dalam penyusunan undang-undang atau peraturan rencana tata ruang wilayah, maka setelah membaca, menelaah melalui diskusi dengan beberapa pihak serta memperhatikan hasil hearing terhadap draf ranperda RTRW FPAN berpendapat :

1. Struktur ranperda RTRW dalam batang tubuh perda yang terdiri 12 bab 83 pasal yang diajukan belum mencantumkan bab yang mengatur kerja sama antar daerah, atau kerja sama antara pemerintah dengan swasta, bab atau pasal tentang kerjasama dalam pengembangan kawasan, hal di pandang penting karena salah dalam visi dan misi Bupati Boyolali adalah pro-invistasi sehingga dengan adanya bab dan pasal bentuk kerja sama antar pemerintah daerah dan kerjasama swasta akan mendorong investor berminat menanamkan modal di Boyolali, karena peraturan daerah tentang RTRW sebagai pintu masuk untuk menarik investor, mengapa hal ini tidak atur sekalian, atau pemerintah daerah Boyolali akan mengatur kerjasama antar pemerintah daerah dan swasta terkait pengembangan tata ruang wilayah menjadi perda tersendiri. FPAN mengusulkan agar perda RTRW ditambah bab atau pasal yang mengatur kerjasama, karena perda RTRW tidak berdiri sendiri, tetapi terkait dengan perda no.6 tentang RTRW Provinsi Jawa Tengah.

2. Rencana strukur ruang wilayah kabupaten dalam Bab III perlu di perjelas dalam menetapkan kawasan pedesaan dan kawasan perkotaan, sesuai dengan UU no.26 tahun 2007 tentang penataan ruang, sehingga sitem pelayanan pedesaan dan sistem pelayanan perkotaan yang di tetapkan sebagai kawasan pengembangan tidak rancu antara DPP, PKW, PKL, PKLp, PPK, dalam zonasi yang berbasis desa bukan kecamatan. Penataan ruang kawasan pedesaan harus menitik beratkan kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Maka pasal 7-10 bab III dalam penetapan zonasi pedesaan harus di lakukan penelitian yang mendalam. Seperti penetapan DPP (Desa Pusat Pertumbuhan) yang hanya di proyeksikan 13 desa. Apa yang menjadi dasar penetapan DPP, PKL (pusat kegiatan lokal), PKlp (pusat kegiatan lokal promosi) dan PPK (pusat pelayanan kawasan), KTP2D (kawasan terpadu pusat pengembangan desa), sebagaimana dalam draf ranperda

3. Rencana pengembangan sistem prasaran utama khususnya prasarana transportasi udara (ps.17), apakah ini sudah sesuai dengan RTRW provinsi, RTRW nasional atau tata ruang yang di kembangkan oleh TNI-AU sebagai pemilik Bandara Adi sumarmo dan Angkasa Pura I sebagai pengelola Bandara, ini penting karena selama ini Pemerintah kabupaten Boyolali, tidak pernah melakukan co-sharing terhadap pengembangan kawasan Bandara Adi Sumarmo, apalagi co-sharing pendapatan pengelolaan Bandara. Oleh FPAN mengusulkan agar dalam pembahasan RTRW yang menyangkut pasal 17 perlu mengundang pihak TNI-AU mapun PT. Angkasa Pura, karena multi-efek dari pengembangan sekitar Bandara sangat strategis. Dan sangat mungkin desa-desa di sekitar Bandara, Ngesrep, Sindon, Gagaksipat, Dibal dan Sobokerto di jadikan Kota satelit, tanpa menghilangkan kekhasan desa tersebut sebagai penyangga pertanian di kecamatan Ngemplak.

4. Rencana pola ruang wilayah Kabupaten (bab IV) perlu kiranya di kembangkan kawasan penyangga iklim atau di kenal sebagai desa iklim disamping pengembangan kawasan hutan lindung, desa iklim lebih spesifik karena berbasis desa sedang hutan lindung dikawasan hutan, hal ini penting karena kota Boyolali yang 10 tahun cukup sejuk, sekarang sangat panas, maka apabila desa iklim yang di kembangkan pada zonasi desa-desa di Cepogo, Musuk, Selo, Ampel dan Mojosongo, dengan membuat indikator-indikator tertentu, sesuai dengan tingkat produksi Oksigen. Oleh karena itu FPAN mengusulkan, rencana pola pengembangan ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya (ps 24-29) perlu di tetapkan indikator–indikator tertentu yang menjadikan kawasan lindung dan kawasan budidaya sebagai penyangga iklim.

5. Penetapan kawasan industri (ps 41) dengan kategori sedang sampai besar dengan penyedian lahan kurang lebih 1.191 ha, perlu di rinci dengan zonasi berbasis desa, bukan kecamatan, hal ini dimaksudkan untuk menjaga kawasan pertanian yang subur, agar tidak dialih fungsikan menjadi lahan industri misalkan kecamatan Teras diarahkan ke kawasan desa mana, kecamatan Banyudono, di arahkan ke desa mana, Ngemplak desa mana, sehingga investor bisa mengetahui kawasan yang layak untuk pengembangan industri. Apakah pemerintah daerah sudah punya konsep untuk ini?

6. Penetapan kawasan strategis (bab V ps 45) untuk pertumbuhan ekonomi, sosial budaya dan daya dukung lingkungan alat ukur yang di gunakan apa? Mengapa Simo dan Andong tidak dimasukkan dalam kawasan pertumbuhan ekonomi? Sedang kalau dilihat pertumbuhan ekonomi cukup signifikan, ini bisa dilihat data BPS. Oleh karena FPAN mengusulkan masuk kawasan PKL atau PKLp, dengan fakta industri garmen di dua kecamatan tersebut potensi untuk di dorong tidak hanya industri rumah tangga tetapi bisa industri besar.

7. Kelembagaan Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (bab IX ps 68) perlu dirinci tugas pokok fungsi serta syarat keanggotaan BKPRD, dan keterlibatan masyarakat dalam kelembagaan ini di masukkan dalam pasal-pasal ini, tidak diatur melalui keputasan bupati, agar kelembagaan ini bisa dikontrol masyarakat secara luas, sebagaiman bab sebelumnya (ps 64) tentang hak kewajiban dan peran masyarakat dalam penataan ruang wilayah.

Wabillaahitaufik wal hidayah wassalaamu’alaikum Wr, Wb.

Boyolali, 29 Januari 2011

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

KABUPATEN BOYOLALI

FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONA (FPAN)

Ketua, Sekretaris

DRS. THONTOWI JAUHARI, S.H., M.Si. MUSTHOFA SYAFAWI, SH.