Sabtu, 29 November 2014

KETIKA FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN DIPERTANYAKAN



KETIKA FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN DIPERTANYAKAN
Sebelum tahun 1997 masalah kemiskinan di Indonesia dipandang sebagai masalah konvensional yang akan berkurang dengan sendirinya apabila kemajuan pembangunan di bidang ekonomi dan infrastruktur berhasil dicapai. Pasca krisis multidimensional pada tahun 1997 – 1998 masalah kemiskinan menjadi masalah yang mengemuka karena jumlah penduduk miskin meningkat sangat tajam. Perhatian pemerintah terhadap masalah kemiskinan tidak terbatas pada kondisi kehidupan masyarakat yang menurun kualitasnya karena lemahnya daya beli tetapi juga karena masalah kemiskinan ditengarai sebagai pemicu timbulnya berbagai masalah sosial lain, seperti pengemis, perdagangan anak dan perempuan, anak jalanan dan anak terlantar.
Untuk mengatasi masalah kemiskinan, pemerintah telah menetapkan kebijakan dan langkah-langkah konsolidasi program-program penanggulangan kemiskinan dengan berbagai sektor[1] dan pihak-pihak yang peduli[2] terhadap masalah kemiskinan. Kebijakan dan langkah-langkah penanggulangan kemiskinan tersebut terdiri atas tiga paket program yang bertujuan untuk memberikan perlindungan dan pemenuhan hak. Pertama, pemenuhan hak atas pendidikan, kesehatan, pangan, sanitasi dan air bersih. Paket program pertama ini disebut sebagai program bantuan dan perlindungan sosial. Jenis bantuan pada paket program pertama adalah bantuan beras untuk keluarga miskin (Raskin), dana BOS, BLT, PKH dan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Kedua, pemenuhan hak atas berpartisipasi, kesempatan kerja dan berusaha, tanah, sumber daya alam dan lingkungan hidup serta perumahan. Paket program kedua disebut sebagai program pemberdayaan masyarakat yang lebih dikenal sebagai Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) PNPM Mandiri. Ketiga, pemenuhan hak atas kesempatan berusaha dan bekerja serta sumber daya alam dan lingkungan hidup. Paket program ini disebut sebagai program pemberdayaan usaha mikro dan kecil. Jenis bantuan pada paket program ini adalah kredit usaha rakyat (KUR) dan bantuan modal bagi usaha kecil dan menengah (UKM).
Dari masing-masing paket program tersebut dapat dilihat bahwa program pemberdayaan masyarakat berada pada paket program yang kedua. Sasaran program pemberdayaan adalah masyarakat yang berada di sekitar garis kemiskinan dan rentan terperosok dalam kondisi miskin ketika mengalami guncangan yang disebabkan oleh berbagai krisis seperti krisis ekonomi atau krisis politik[3]. Kebijakan yang ditetapkan dalam PNPM Mandiri[4] antara lain : 1) sebagai wadah/kerangka bagi konsolidasi program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat, 2) pendekatan berbasis pembelajaran, 3) pembentukan kelompok masyarakat menjadi modal sosial, 4) membuka penuh dan mendekatkan sumber daya kapital/modal ekonomi langsung kepada masyarakat, 5) memandirikan masyarakat dengan menguatkan modal sosial didukung oleh modal ekonomi dan modal SDM, 6) harmonisasi berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat dan perubahan dari ‘skema proyek’ menjadi ‘skema program’.
Dari kebijakan yang ditetapkan pemerintah dapat dilihat bahwa pada semua program pemberdayaan selalu disertai dengan pemberian bantuan, baik berupa modal fisik maupun berupa modal ekonomi. Dalam program pemberdayaan melalui PNPM Mandiri modal ekonomi justru digunakan untuk menguatkan modal sosial masyarakat. Paradigma pembangunan dan kebijakan penanggulangan kemiskinan yang selalu mengedepankan bantuan dan modal ekonomi ini menjadi tanda tanya besar bagi peneliti. Apakah program pemberdayaan yang dimaksudkan pemerintah identik dengan penguatan modal ekonomi masyarakat dan seberapa besar kemajuan yang dicapai oleh masyarakat setelah menerima bantuan ?. Pada tahun 2008 dana APBN untuk mengurangi kemiskinan mencapai 80 trilyun rupiah. Namun pemerintah pun belum bisa mengevaluasi hasil yang dicapai dengan alasan banyaknya versi kemiskinan di Indonesia[5].
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pemberian bantuan selain memberikan dampak positif juga membawa dampak negatif. Sementara itu, kebijakan program pemberdayaan yang disertai dengan pemberian bantuan ekonomi ternyata belum bisa diukur tingkat keberhasilannya. Berdasarkan analisis terhadap kondisi-kondisi ini penulis melakukan kajian pustaka terhadap berbagai pandangan konseptual mengenai kemiskinan untuk merancang model pemberdayaan yang lebih tepat dalam mengatasi masalah kemiskinan sekaligus meningkatkan kemandirian masyarakat.


[1] Sektor-sektor yang melaksanakan program-program penanggulangan kemiskinan antara lain Departemen Kesehatan melalui program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Departemen Sosial melalui program BLT dan PKH serta Departemen Pendidikan melalui program BOS.
[2] Dalam menanggulangi kemiskinan pemerintah Indonesia didukung oleh pihak-pihak dari luar negeri seperti Bank Pembangunan Asia dan Bank Dunia serta pihak-pihak dari dalam negeri seperti LSM-LSM lokal.
[3] Krisis dimaksud bisa berasal dari ruang lingkup yang luas misalnya krisis ekonomi dan politik yang dialami negara yang menyebabkan peningkatan harga-harga kebutuhan pokok masyarakat dan bisa berasal dari ruang lingkup yang lebih sempit misalnya di tingkat perusahaan yang menyebabkan seseorang kehilangan pekerjaan atau di tingkat keluarga karena terjadi musibah.
[4] Dikutip dari paparan Deputi Menko Kesra bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan dengan tema “Trend pembangunan berbasis masyarakat” yang disampaikan pada seminar nasional hari ulang tahun INKINDO ke-29, tanggal 10 Juli 2008.
[5] Pernyataan Asisten Deputi Menko Kesra Urusan Kelembagaan dan Kemitraan – Soepeno Sahid dalam pertemuan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Nasional dan Daerah di Bandung pada tanggal 7 Mei 2009. Soepeno mengatakan program-program yang dibiayai dengan dana sebesar 80 trilyun rupiah tersebut antara lain BLT, BOS, PNPM Mandiri dan KUR. (Harian Pikiran Rakyat, 7 Mei 2009).
UPAYA PENGURANGAN KEMISKINAN VERSI ASIAN DEVELOPMENT BANK (Bag. 2 – End)

Tags






Rate This

I. STRATEGI
Strategi yang ditetapkan oleh Asian Development Bank (ADB) atau Bank Pembangunan Asia dalam mencanangkan upaya mengurangi kemiskinan menitikberatkan pada fokus negara yang lebih luas dan memberi prioritas pada lintas sektoral.  Strategi tersebut kemudian dipilah-pilah lagi dalam strategi yang lebih operasional sebagai berikut : 
A.   Fokus Negara yang lebih Luas
1.    Analisa Kemiskinan yang berfokus pada Negara
a.   ADB akan melibatkan pemangku kepentingan dalam suatu negara untuk melakukan analisa terhadap sifat dasar, intensitas dan sebaran kemiskinan, penyebab kemiskinan, dampak kebijakan publik, fokus dan efisiensi belanja pemerintah serta efektifitas program dan lembaga pemerintah.  Analisa ini akan digunakan dalam membahas hubungan antara kasus-kasus kemiskinan dan intervensi-intervensi dalam berbagai sektor dan bidang lintas sektor.
b.   ADB akan mendukung perbaikan pengumpulan dan tata kelola data, riset dan analisa kemiskinan.  Kajian kemiskinan yang dilakukan akan meninjau ulang dan memberikan pandangan terhadap strategi nasional dan merekomendasikan kebijakan.
2.   Membangun Kemitraan yang berkaitan dengan Strategi Pengurangan Kemiskinan Nasional
a.   ADB harus memperkuat keterkaitan hubungan operasionalnya dengan NPRS dengan cara memobilisasi penuh semua pemangku kepentingan, memperkuat kemitraan dan memperbaiki mutu CSP.
b.   ADB akan berkolaborasi dengan badan-badan PBB dan Bank-bank multilateral guna mengadakan kajian mengenai kemiskinan, memahami berbagai pendekatan yang dapat ditempuh untuk mengurangi kemiskinan serta untuk mendukung persiapan dan pelaksanaan NPRS.
c.   Kolaborasi ADB dengan Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia, badan-badan PBB dan organisasi-organisasi pembangunan bilateral meliputi strategi nasional, pelaksanaan program, analisa, pendanaan bersama, pendektan bantuan di tingkat sektor (SWAps), advokasi kebijakan, serta pengukuran dan pengawasan hasil yang dicapai sehubungan dengan MDGs dan beberapa indikator kemiskinan lainnya.
3.   Strategi-strategi Nasional dan pembuatan Program yang berorientasi Hasil
a.   ADB akan memberikan bantuan untuk meningkatkan kapasitas dalam menyiapkan dan memperbaharui strategi-strategi pembangunan nasional negara anggotanya serta ikut serta dalam diskusi-diskusi yang dipimpin oleh pemerintah untuk membahas strategi-strategi tersebut.
b.   Menilai tujuan-tujuan pembangunan dalam NPRS selama tahap persiapan CSP untuk memastikan bahwa peran dan tujuan-tujuan ADB bersifat jelas dan ada strategi maupun program yang kredibel dalam CSP untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
c.   CSP akan menentukan sektor, sub sektor dan jenis-jenis proyek yang sesuai dengan konteks spesifik kemiskinan pada masing-masing negara-negara anggota ADB serta strategi-strategi dan prioritas-prioritas negara tersebut dalam pengurangan kemiskinan.  CSP akan merinci apakah kegiatan ADB akan secara langsung menjadikan kaum miskin sebagai sasaran atau secara tidak langsung.
d.   CSP akan memiliki kerangka kerja untuk hasil-hasil yang mencakup pengawasan dan yang menghubungkan kendala-kendala pengurangan kemiskinan yang sudah diidentifikasi dalam kajian-kajian mengenai kemiskinan dengan program-program yang diusulkan, keluaran yang diinginkan dan hasil yang diharapkan.
e.   Mengukur hasil-hasil yang dicapai oleh CSP dengan menggunakan indikator-indikator yang berlaku bagi setiap tonggal, sektor dan prioritas tematis yang terkait. 
B.   Prioritas-prioritas Lintas Sektor
1.   Kesetaraan Jender
ADB mempertimbangkan isu-isu mengenai jender dan pembangunan ke dalam pekerjaan-pekerjaan, pinjaman-pinjaman, bantuan teknis serta kegiatan-kegiatan ekonomi dan sektor lainnya.
2.   Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan
ADB mengangkat kebijakan lingkungan hidup yang mengatur :
a.   Intervensi-intervensi lingkungan hidup
b.   Pengarusutamaan isu-isu lingkungan pada proyek-proyek yang bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
c.   Pemeliharaan sistem-sistem penunjang kehidupan di tingkat regional maupun global.
d.   Mendorong pengembangan kemitraan yang efektif.
e.   Pengintegrasian pertimbangan-pertimbangan mengenai lingkungan hidup ke dalam operasi-operasi ADB.
3.   Pembangunan Sektor Swasta
ADB akan membantu negara berkembang untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan partisipasi sektor swasta dalam pembangunan dan yang melahirkan peluang usaha melalui kegiatan sektor publik. 
4.   Kerja sama Regional
ADB akan terus memberikan prioritas tinggi bagi kerja sama sebagai cara bagi negara-negara berkembang untuk menghapuskan kendala fisik maupun kelembagaan terhadap perdagangan dan investasi.
5.   Pengembangan Kapasitas : Sebuah Penekanan Baru pada Strategi Pengurangan Kemiskinan (PRS)
ADB akan berupaya menyediakan dukungan strategis untuk meningkatkan kapasitas negara berkembang yang menjadi anggotanya dalam rangka menyusun dan melaksanakan kebijakan-kebijakan serta melakukan pembaharuan investasi yang dibutuhkan guna mengurangi kemiskinan.

II.  PELAKSANAAN STRATEGI
Tindakan-tindakan dan kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan ADB untuk mencapai tujuan dalam rangka upaya pengurangan kemiskinan berdasarkan strategi yang telah ditetapkan adalah sebagai berikut : 
A.   Mengelola Sumber Daya untuk Hasil-hasil Pembangunan yang Optimal
1.   Manajamen dan kegiatan yang beroritentasi pada hasil untuk membuat perbaikan-perbaikan yang nyata dalam hasil-hasil pembangunan.  Perbaikan-perbaikan tersebut mencakup :
a.   Pembentukan sebuah ‘unit tata kelola’ untuk hasil-hasil pembangunan yang optimal (MfDR).
b.   Mengembangkan proses-proses/prosedur-prosedur untuk MfDR.
c.    Pengarusutamaan MfDR di seluruh jajaran ADB.
d.   Perbaikan sistem dan proses tata kelola sumber daya manusia serta pelaksanaan sebuah strategi tata kelola sumber daya manusia yang baru.
e.   Penyelarasan kebijakan-kebijakan, strategi-strategi dan pendekatan-pendekatan operasional dengan agenda strategis utama ADB termasuk PRS dan kerangka strategis jangka panjang yang telah disempurnakan.
f.    Perbaikan pendekatan-pendekatan ADB untuk mendukung pembangunan kapasitas negara-negara berkembang yang menjadi anggota ADB.
2.   Monitoring dan Evaluasi pada tingkat Proyek
Tim-tim Proyek akan memastikan bahwa proyek dirancang dengan baik dan dilaksanakan secara efektif serta dilakukan penilaian di akhir pelaksanaan.
3.   Monitoring dan Evaluasi pada tingkat Sektor dan Bidang Lintas Sektor
ADB akan mengawasi, mengevaluasi dan melaporkan kemajuan yang dicapai oleh pelaksanaan PRS dalam kegiatan-kegiatan sektor dan prioritas-prioritas bidang lintas sektor.
4.   Monitoring dan Evaluasi di tingkat Nasional
Hasil-hasil suatu negara akan diawasi dengan mengacu pada tiga tonggak dan prioritas-prioritas lintas sektor dan akan merupakan gabungan dari seluruh intervensi ADB, baik yang bersifat pinjaman maupun non pinjaman dalam sebuah negara.  Tim-tim Nasional akan bertanggung jawab dalam mengawasi kemajuan dari keluaran-keluaran serta hasil-hasil yang dicapai.
5.   Monitoring dan Evaluasi di tingkat Kelembagaan
Keluaran-keluaran dari pelaksanaan PRS akan diukur dalam dimensi-dimensi :
a.   Perbaikan mutu CSP
b.   Perbaikan mutu proyek
c.    Pelaksanaan proyek yang efektif
d.   Peningkatan kontribusi dari landasan pengetahuan yang mendukung pengurangan kemiskinan
e.   Kemitraan yang lebih kuat guna mencapai MDGs
6.   Penggolongan Proyek untuk melacak Masukan
Proyek-proyek akan digolongkan sebagai intervensi dengan sasaran khusus jika proyek-proyek tersebut difokuskan pada rumah tangga, kawasan geografis tertentu dan pada sektor atau sub sektor yang secara langsung mendukung pencapaian MDGs yang terkaitan dengan kemiskinan non pendapatan. 
B.  Membantu meningkatkan Pembelajaran dan Pengembangan Perangkat-perangkat Baru
1.   Menggunakan pengetahuan (global, regional maupun lokal) dalam kampanye-kampanye pengurangan kemiskinan agar strategi pengurangan kemiskinan (PRS) dapat dilaksanakan.
2.   Mengaplikasikan variasi-variasi dari instrumen-instrumen yang sudah digunakan dalam pendekatan-pendekatan baru untuk pengurangan kemiskinan, yang mencakup :
a.   Menjalin kemitraan dengan badan-badan lain secara efektif dalam pemberian bantuan yang menggunakan pendekatan sektor secara luas (SWAp) guna mencapai tujuan-tujuan sektor.
b.   Pinjaman-pinjaman untuk mendorong pembaharuan kebijakan untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan NPRS guna memberikan dukungan jangka panjang terhadap pelaksanaan strategi pengurangan kemiskinan nasional (NPRS).
c.   Sebuah pinjaman program yang bersifat ‘loan’ yang memungkinkan diberikannya bantuan secara luwes untuk mendukung reformasi-reformasi kebijakan dan pengembangan kelembagaan.
d.   Memberikan lebih banyak pinjaman untuk mendukung kegiatan percontohan guna menguji pendekatan-pendekatan inovatif terhadap pengurangan kemiskinan.
e.   Peningkatan dana-dana investasi sosial.
f.    Lembaga-lembaga Swadaya Masyarakat pendukung yang telah memiliki catatan yang meyakinkan dalam bekerja bersama kaum miskin. 
C.  Membangun Kapasitas ADB dalam melaksanakan Strategi yang telah ditingkatkan
1.   Kemampuan Keuangan
Mendesak negara-negara donor agar memberikan komitmen untuk menyediakan sumber daya keuangan dalam jangka menengah untuk memperbaiki kepastian dan keberlangsungan bantuan keuangan, khususnya bagi negara-negara berkembang yang menjadi anggota ADB yang meluncurkan strategi-strategi dan program-program pengurangan kemiskinan jangka menengah serta menyederhanakan syarat-syarat pinjaman dan memperbaiki ketentuan-ketentuan pemberian pinjaman dana yang diusahakan ADB dari pasar uang agar kegiatan penanganan kemiskinan dapat lebih fokus.
2.   Menambah keragaman perangkat keuangan dan investasinya agar bantuan yang diberikan dapat lebih sesuai untuk memenuhi kebutuhan yang kompleks dalam pengurangan kemiskinan.  ADB akan berusaha menyediakan bantuan hibah secara selektif bagi negara-negara yang paling miskin.
3.   Mendukung upaya-upaya internasional untuk mencapai tujuan MDGs.
4.   Kapasitas Organisasional.
ADB akan terus memperkuat kapasitas organisasionalnya untuk secara efektif mengupayakan kemiskinan di negara-negara berkembang yang menjadi anggotanya.
5.   ADB akan terus membangun landasan pengetahuan yang dibutuhkan melalui pelatihan keterampilan yang terfokus dengan baik dan program-program mentoring.
6.   ADB akan meningkatkan kapasitas kantor-kantor perwakilannya guna mengawasi dan membuat laporan mengenai kemiskinan dan untuk membantu kemiskinan mengintegrasikan kemiskinan ke dalam kegiatan-kegiatan ADB.

Analisa :
Sebagaimana dasar pemikiran dan kerangka kerja ADB untuk mengurangi kemiskinan maka pada penetapan strategi dan mekanisme pelaksanaannya, ADB cenderung memberikan ‘porsi’ yang lebih besar dalam upaya peningkatan perekonomian negara-negara anggotanya.  Upaya ADB untuk mempengaruhi kebijakan dan pelaksanaan kegiatan lintas sektor lebih banyak diarahkan untuk memberikan peluang dan kesempatan bagi sektor swasta dalam pengembangan usahanya.  Hal ini layak untuk diwaspadai sebagai upaya kapitalisme yang terselubung.  Strategi ADB untuk pemberdayaan ekonomi lokal nampaknya baru sebatas pemberian penyadaran bagi masyarakat miskin mengenai potensi yang mereka miliki untuk ‘bertahan hidup’.  Kegiatan-kegiatan ADB untuk meningkatkan pemberdayaan ekonomi lokal belum memberikan alur mediasi untuk membuat jaringan kerja antara pengusaha ekonomi lemah dengan sektor-sektor swasta yang kuat.
Penyusun melihat bahwa besaran program dan kegiatan ADB lebih diutamakan kepada kelompok-kelompok pemilik modal.  Upaya ADB untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan negara anggotanya lebih bertujuan untuk memperluas ruang gerak sektor swasta dalam usaha di bidang perekonomian.  Sebagaimana disebutkan dalam mekanisme pelaksanaan strateginya, ADB mengelompokkan kegiatan-kegiatan yang berhubungan langsung dengan masyarakat miskin dan masyarakat di kawasan terisolir ke dalam proyek-proyek khusus.  Itu berarti bahwa dukungan untuk pemberdayaan masyarakat miskin dan terisolir bukan merupakan bagian dari strategi dan program utama ADB.
ADB menggunakan kesehatan dan pendidikan sebagai indikator untuk menghitung angka kemiskinan masyarakat dalam suatu negara namun ADB belum cukup konsisten untuk memberikan dukungan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dan tingkat pendidikan masyarakat di negara-negara anggotanya.  ADB tidak memuat secara spesifik mengenai strategi yang berkaitan dengan kesehatan dan pendidikan.
Layak untuk dicermati adalah strategi ADB dalam upaya untuk membantu menggalang dana dari negara-negara donor dan penyalurannya kepada negara-negara miskin yang membutuhkan bantuan.  Dalam hal ini sangat jelas terlihat bahwa ADB adalah organisasi tingkat Asia Pasifik yang menyediakan diri sebagai suatu lembaga penghimpun dana yang tentunya mendapat keuntungan dari upaya yang dikelolanya.  Patut pula dipertanyakan mengenai bantuan yang bersifat pinjaman dan non pinjaman.  Apakah bantuan yang berupa pinjaman harus dikembalikan berikut bunga dan ‘konsekuensi kepatuhan’ dari negara yang meminjam kepada ADB dan negara yang menjadi donor ?.  Apakah bantuan yang non pinjaman kemudian juga menyebabkan negara yang mendapat bantuan menjadi ‘berhutang budi’ kepada ADB dan pihak donor ?.  Apa konsekuensi yang harus dilakukan oleh negara yang mendapat bantuan ?.  Pertanyaan-pertanyaan ini adalah sikap skeptis penyusun terhadap ‘kebaikan’ ADB.  Penyusun sangat yakin bahwa tidak ada kebaikan suatu lembaga keuangan yang tidak menyimpan sejumlah harapan keuntungan dari upaya yang dilakukannya.
Walaupun berbagai pertanyaan skeptis mendasari penyusun dalam menganalisa kebijakan dan strategi ADB namun secara obyektif penyusun memandang beberapa kebijakan dan strategi tersebut perlu didukung oleh negara-negara anggotanya, terutama dalam hal pengarusutamaan jender dan lingkungan hidup yang berkelanjutan.  Terlepas dari isu pemanasan global (global warming), Indonesia perlu dengan segera menyelamatkan hutan, air dan semua aspek lingkungan yang ada.  Konservasi alam semestinya menjadi salah satu agenda utama dalam pembangunan di Indonesia.  Segala bentuk eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan selama 62 tahun kemerdekaan Indonesia telah merusak sebagian besar wilayah di negara ini.  Bila hal ini terus dibiarkan maka bukan tidak mungkin akan menyebabkan juga kepunahan penduduknya.
Di sisi lain, pengarusutamaan jender yang dilakukan di Indonesia perlu dikembangkan dalam berbagai bidang, tidak hanya di sektor perekonomian.  ADB menitikberatkan strateginya yang berhubungan dengan jender kepada kemudahan untuk mendapatkan bantuan atau dukungan bagi perempuan yang melakukan kegiatan ekonomis produktif.  Hal ini secara nyata menunjukkan bahwa lagi-lagi ADB lebih menitikberatkan perhatiannya pada sektor ekonomi.  Menurut penyusun, pemberdayaan perempuan tidak dapat diawali dengan usaha ekonomi tetapi harus dimulai dengan peningkatan derajat kesehatan dan pendidikannya.  Perempuan yang mempunyai usaha ekonomis produktif tidak akan pernah meningkat kesejahteraannya apabila ia tidak memiliki pengetahuan untuk pemasaran, pengembangan usaha dan peningkatan kualitas produks