Jumat, 13 November 2015

Al-Qur’an dan Ilmu Merupakan Petunjuk dalam Kehidupan

Al-Qur’an dan Ilmu Merupakan Petunjuk dalam Kehidupan

Tuntutlah ilmu karena sesungguhnya menuntut ilmu karena Allah merupakan khasyyah(perasaan takut yakni kepada Allah),mencarinya merupakan ibadah ,mempelajarinya merupakan tasbih,menelitinya merupakan jihad,mengajarkannya merupakan sedekah,dan memberikannya kepada ahlinya merupakan taqarrub. 


Al-Quran sebagai petunjuk manusia agar selamat hidup di dunia sampai akhirat. Saat ini banyak orang yang bisa membaca Al-Quran tanpa memahaminya. Al-Quran diturunkan tuhan bukan untuk dibaca-baca saja namun Al-Quran harus dipelajari yaitu dengan dimengerti/dipahami, diikuti/diamalkan kemudian dilestarikan. Tuhan mengajarkan kepada kita bagaimana cara mempelajari Al-Quran dengan mudah sesuai firman Nya, 
1. Baca Al-Quran pelan-pelan (QS.75:16)
2. Perhatikan ayat demi ayat (QS.38:29)
3. Baca Al-Quran dengan bahasa yang kita mengerti (QS.44:58)

Al-Quran ini adalah pedoman bagi manusia, petujuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini (QS.45:20). Jadi Al-Quran berlaku untuk seluruh manusia (hindu, kristen, Islam, Laki-laki, Perempuan) yang akan mendapat petunjuk dan rahmat adalah orang yang yakin. Bukti kita yakin adalah
orang-orang yang telah kami berikan alkitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka beriman kepadanya. Dan barang siapa yang ingkar kepadanya maka mereka itulah orang yang rugi (QS.2:121).
Membaca yang sebenarnya yang bagaimana...?
Disaat kita membaca Al-Quran itu berarti kita sedang membaca petunjuk.
Beberapa hari yang ditentukan ialah bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan permulaan Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang hak dan yang bathil (QS.2:185).
Dalam ayat ini ada 3 hal yang harus kita garis bawahi, yaitu Al-Quran sebagai petunjuk, penjelas dan pembeda. Al-Quran sebagai petunjuk yang datang dari allah jelas langsung bisa dikerjakan. sebagai penjelasan dari petunjuk : ayat nya sama tapi menjelaskan ayat yang lain. sebagai pembeda : yang benar dan yang sala

Dan ilmu merupakan penghibur di kala sendirian ,ilmu merupakan teman setia dikala sepi ilmu merupakan petunjuk dalam keadaan suka dan duka dan ilmu bisa menjadi pembantu di kalangan orang-orang yang dikasihi dan menjadi teman disaat tak ada teman -teman ,dan ilmu merupakan mencusuar dari jalan menuju surga. Dengan ilmu seorang hamba dapat mencapai kedudukan kaum abrar (baik) dan derajat-derajat yang tinggi .Mencurahkan pikiran untuk ilmu sebanding dengan puasa dan mempelajarinya seimbang dengan qiyam (shalat) ,berkat ilmu Allah di taati,disembah dan diesakan ,dan berkat ilmu seseorang memelihara kesuciannya dan dengan ilmu tali silaturahmi dihubungkan. Maka tuntutlah ilmu setinngi mungkin dan pelajarilah ilmu sebanyak mungkin karena ilmu adalah jalan untuk mencapai kesuksean seseorang dalam hal apapun baik di dunia maupun di akherat dan ilmu merupakn jalan untuk beribadah kepada Allah bahkan Rosul memerintahkan umatnya untuk menuntut ilmu sebayak mungkin dan sDisebutkan dalam shahih Al Bukhari dan Muslim hadits dari Abu Musa Al Asy’ari Radhiallohu ‘anhu yang berkata, bahwa Rasululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya perumpamaan petunjuk dan ilmu yang diutus Alloh kepada ku seperti hujan yang membasahi bumi. Ada bumi yang subur yang menerima air kemudian menumbuhkan rumput yang banyak. Ada bumi yang keras yang menahan air kemudian dengannya Alloh memberi manfaat kepada manusia. Mereka meminum dari air tersebut, memberi minum hewan ternaknya, dan bercocok tanam. Hujan juga membasahi bumi yang lain, yaitu lembah yang tidak mampu menahan air dan menumbuhkan rumput. Demikianlah perumpamaan orang yang memahami agama Alloh kemudian mendapat manfaat dari apa yang aku diutus dengannya. Ia belajar dan mengajar. Dan itulah perumpamaan orang yang tidak bisa diangkat kedudukannya oleh petunjuk Alloh, dan tidak menerima petunjuk Alloh yang aku di utus dengannya.” (Diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim)

Rasululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam mengumpamakan ilmu dan petunjuk yang beliau bawa seperti air hujan, karena masing-masing dari ketiganya (ilmu, petujuk, dan hujan) mendatangkan kehidupan, makanan, obat-obatan, dan seluruh kebutuhan manusia yang lain. Semua itu didapatkan dengan ilmu dan hujan.
Rasululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam mengumpamakan hati manusia seperti tanah yang mendapatkan siraman air hujan, Karena tanah adalah tempat yang menahan air hujan kemudian menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang bermanfaat, sebagaimana hati yang memahami ilmu, maka ilmu tersebut berbuah didalamnya, berkembang, terlihat keberkahannya dan buahnya.
Kemudian Rasululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam mengelompokkan manusia dalam tiga kelompok sesuai dengan peneriaman mereka, dan kesiapan mereka menghafal ilmu, memahami makna-maknanya, mengeluarkan hukum-hukumnya , hikmah-hikmahnya dan manfaat-manfaatnya;
Pertama, orang yang mampu menghafal ilmu dan memahaminya. Mereka memahami makna-maknanya, mengeluarkan hukum-hukumnya , hikmah-hikmahnya dan manfaat-manfaatnya. Mereka seperti tanah yang menerima air kemudian menumbuhkan rumput yang banyak. Pemahananya terhadap agama, dan istimbath hukum adalah seperti tumbuhnya rumput dengan air.
Kedua, orang yang mampu menghafal ilmu, menjaganya, menyebarkannya, dan mengendalikannya, namun tidak mampu memahami makna-maknanya mengeluarkan hukum-hukumnya , hikmah-hikmahnya dan manfaat-manfaat dari ilmunya tersebut. Mereka seperti orang yang manpu membaca Al Qur’an, menghafalnya, memperhatikan makhrojul huruf (tempat keluarnya huruf), dan harkat-nya, namun tidak dianugrahkan pemahaman yang khusus oleh Alloh, seperti dikatakan Ali Radhiallohu ‘anhu, “Kecuali pemahaman yang diberikan Alloh kepada hamba-Nya di dalam kitab-Nya.”
Tingkatan pemahaman manusia tentang Alloh Ta’ala , dan Rasul-Nya itu tidak sama. Terkadang ada orang cuma mampu memahami satu atau dua hukum dari satu dalail, sedangkan orang lain mampu memahami seratus atau duaratus hukum dari dalil yang sama.
Mereka seperti tanah yang mampu menahan (menyimpan) air untuk manusia kemudian mereka mendapat manfaat darinya. Ada yang minum dari padanya, memberi minum hewan ternaknya, dan bercocok tanam dengannya.
Kedua kelompok diatas adalah kelompok orang-orang yang berbahagia. Kelompok pertama adalah kelompok yang paling tinggi derajatnya dan kebesarannya dari seluruh kelompok-kelompok manusia yang ada. Alloh Ta’ala berfirman,
“Itulah karunia Alloh yang diberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Alloh mempunyai karunia yang sangat besar.” (Al Jumu’ah: 4)
Ketiga, orang-orang yang tidak mendapatkan sedikit pun ilmu; baik hafalan atau pemahaman, atau periwayatan. Mereka seperti tanah lembah yang tidak bisa menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan menahan (menyimpan) air. Mereka adalah kelompok orang-orang celaka.
Kelompok pertama dan kelompok kedua mempunyai ilmu dan mengajarkannya sesuai dengan ilmu yang diterimanya dan sampai padanya, sedang kelompok pertama mengajarkan makna-makna Al Qur’an, hukum-hukumnya, dan ilmu-ilmunya.
Sedang kelompok ketiga, mereka tidak mempnyai ilmu apalagi mengajarkannya, mereka tidak bisa “diangkat” dengan petunjuk Alloh, dan tidak menerimanya. Mereka lebih sesat dari hewan ternak, dan mereka adalah bahan bakar neraka.
Hadits mulia diatas memuat kemulian ilmu, pengajarannya, posisinya, dan kecelakaan orang yang tidak mempunyai ilmu.
Hadits diatas juga mengklasifikasi manusia menurut barometer ilmu ke dalam dua kelompok; kelompok orang-orang celaka dan kelompok orang-orang bahagia, dan mengklasifikasi kelompok orang-orang bahagia ke dalam dua kelompok; kelompok pemenang yang didekatkan kepada Alloh dan kelompok kanan yang pertengahan.
Ini menjadi bukti, bahwa kebutuhan manusia kepada ilmu itu seperti kebutuhan mereka kepada hujan, bahkan lebih besar lagi. Jika mereka tidak memiliki ilmu, mereka tak ubahnya seperti tanah yang tidak mendapatkan hujan.
Imam Ahmad berkata. “Kebutuhan manusia terhadap ilmu itu lebih besar daripada kebutuhan mereka kepada makanan dan minuman, Karena makanan dan minuman hanya dibutuhkan sekali atau dua kali dalam satu hari, sedangkan ilmu itu dibutuhkan sebanyak jumlah nafas.”
Alloh Ta’ala berfirman,
“Alloh telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengambang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Alloh membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang batil.” (Ar Ra’du: 17)

Alloh Subhanahu wa Ta’ala mengumpamakan ilmu yang Dia turunkan kepada Rasul-Nya seperti air yang Dia turunkan dari langit, karena masing-masing dari ilmu dan air hujan mendatangkan kehidupan dan kemaslahatan bagi manusia di dunia dan akhirat mereka.
Alloh Ta’ala juga mengumpamakan hati manuia seperti lembah. Hati yang besar yang mampu menampung ilmu yang banyak adalah seperti lembah besar yang mampu menampung air yang banyak, dan hati yang kecil yang hanya mampu menampung ilmu yang sedikit adalah seperti lembah kecil yang hanya mampu menampung air yang sedikit. Alloh Ta’ala berfirman, “Maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengambang.” Itulah perumpamaan yang dibuat Alloh Ta’ala tentang ilmu, bahwa jika ilmu itu telah bercampur dengan hati, maka ilmu mengeluarkan buih syubhat yang batil dari hati kemudian buih syubhat mengapung di permukaan hati, sebagaimana arus di lembah mengeluarkan buih yang mengapung di atas permukaan air.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan, bahwa buih itu mengapung, berada di atas permukaan air, dan tidak menenpel kuat di tanah lembah. Dekian juga syubhat-syubhat yang batil. Jika ia telah diusir oleh ilmu dari dalam hati, ia pun mengapung dipermukaan hati, tidak menetap didalamnya, bahkan kemudian pada tahap berikutnya terbuang, dan yang menetap didalam hati ialah apa yang bermanfaat bagi pemiliknya dan manusia secara umum, yaitu petunjuk dan agama yang benar, sebagaimana yang menetap di dalam lembah ialah air murni, sedang buihnya musnah karena tidak ada harganya. Tidak ada yang memahami perumpamaan-perumpamaan Alloh Ta’ala kecuali orang-orang yang berilmu.
Alloh Ta’ala membuat perumpamaan yang lain dengan berfirman, “Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu.” Maksudnya, bahwa jika manusia membakar benda-benda padat seperti emas, perak, tembaga, dan besi, maka benda-benda tersebut mengeluarkan kotoran dalam bentuk buih yang sebelumnya menyatu dengannya. Buih kotoran tersebut dibuang dan dikeluarkan, sedang yang tersisa adalah perhiasan asli saja.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala membuat perumpamaan berupa air, karena ia memberi kehidupan, mendinginkan (menyegarkan), dan mengandung manfaat-manfaat yang banyak sekali. Alloh Ta’ala juga membuat perumpamaan berupa api, kerena api mengandung cahaya, dan membakar apa saja yang tidak bermanfaat. Jadi ayat-ayat Al Qur’an itu menghidupkan hati sebagaimana tanah dihidupkan dengan air. Ayat-ayat Al Qur’an kotoran-kotoran hati, syubhat-syubhatnya, syahwat-syahwatnya, dan dendam kesumatnya sebagaimana api membakar apa saja yang dimasukkan kedalamnya, selain itu ayat-ayat Al Qur’an juga membedakan mana yang baik dari yang buruk sebagaimana api membedakan mana yang buruk dan mana yang baik yang ada pada emas, perak, tembaga, dan lain sebagainya.
Inilah sebagaimana ibrah dan ilmu yang ada dalam perumpamaan yang agung di atas. Alloh Ta’ala berfirman,
“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahami kecuali orang-orang yang berilmu.” (Al Ankabut: 43)

Sumber: Buah Ilmu, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Pustaka Azzam, hal 36-40

Tidak ada komentar: