UPAYA PELESTARIAN LINGKUNGAN
A.
Hadit
Tentang Upaya Pelestarian Lingkungan
·
Larangan
Menelantarkan Lahan (LM 992 dan 994)
حَدِ
يْثُ جَا بِرُيْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا ,نَمَى الفَّبِيَّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ عَنِ اْلمُخَا بَرَةِ وَالمحُاَ قَلَةِ وَعَنِ
المُزَا
بَنَةِ وَ عَنْ بَيْعِ الثَّمَرِ حَتَّى يَبْدُ وَ صَلاَ حُهَا, وَ اَنْ لاَ تُبَاعَ
اِلاَّ بِا الدِّيْنَارِ وَ الدِّرْ هَمِ اِلاَّ الْعَرَايَا (اخر
جه البخا رى)
حَدِيْثُ
اَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ,قَالَ:قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ :مَنْ كَا نَتْ لَهُ اَزْضٌ فَلْيَزْرَ عْهَا اَوْ
لِيَمْنَحْمَا اَ خَاهُ فَاِ نَ اَبَى فَلْيُمْسِكْ اَزْضَهُ ( اَخْرَ جَهُ
اْلبُخَا رِى فِ)
·
Pohon
yang ditanam yang dimakan pihak lain adalah sedekah (LM 1001)
حَدِيْثُ اَنَسٍ رضى الله عنه قَالَ:
مَامِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ اَوْيَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ
اَوْاِنْسَانٌ اَوْبَهِيْمَةٌ اِلاَّكَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ. (اخرجه البخارى فى
كتاب المزاعة)
B.
Terjemahan
Hadits
·
Al
Lu’lu’ wal marjan 992
Hadist
Jabir bin Abdullah r. a. , dimana Nabi SAW melarang jual beli secara perjanjian
pengolahan tanah dengan bagi hasil tertentu (mukhabarah), secara memperkirakan
sewaktu masih diladang sawah (muhaqalah), secara borongan tanpa diketahui
takaran dan timbangannya (muzabanah) dan melarang jual beli buah buahan sebelum
terlihat baik (matang)nya. Dan hendaklah jangan dijual (buah-buahan) itu,
melainkan dengan dinar dan dirham, kecuali yang sudah Nampak. ( HR. Bukhari)
·
Al
Lu’lu’ wal marjan 994
Hadis
Abu Hurairah ra. Dimana ia berkata : “ Rasulullah SAW bersabda :” barang siapa
yang memiliki tanah maka hendaknya ia menanaminya atau memberikannya kepada
saudaranya, lalu apabila ia enggan maka hendaknya ia memelihara tanahnya itu.
(HR. Bukhari)
·
Al
Lu’lu wal marjan 1001
Hadis
Anas ra. Ia berkata : “ Rasulullah SAW. Bersabda : “ tidaklah seorang muslim
yang menanam suatu tanaman baik tanaman tahunan atau tanaman musiman, lalu
tanamannya dimakan oleh burung atau manusia atau binatang melainkan hal itu
merupakan sadaqah bagi penanamnya. (HR. Bukhari)
C.
Mufrodad
Hadis Al Lu’lu’ wal marjan 992
اْلمُخَا
بَرَةِ
: mukhabarah
وَالمحُاَ قَلَةِ : muhaqalah
وَعَنِالمُزَا بَنَةِ : muzabanah
بَيْعِ
الثَّمَرِ :
jual beli buah
حَتَّى يَبْدُ : sebelum
terlihat
صَلاَ حُهَا :baik /
matangnya
لاَ تُبَاعَ :jangan
dijual
اِلاَّ : kecuali
بِا الدِّيْنَارِ : dengan
dinar
الدِّرْ هَمِ : dirham
Hadis
Al Lu’lu’ wal marjan 994
فَلْيَزْرَ
عْهَا :
menanaminya
اَوْ لِيَمْنَحْمَا : atau
memberikan
اَ خَاهُ : saudaranya
فَاِ نَ اَبَى : apabila
ia enggan
فَلْيُمْسِكْ اَزْضَهُ : maka
hendaknya ia memelihara tanahnya itu
Hadis Al Lu’lu’ wal
marjan 1001
يَغْرِسُ : tanaman musiman
اَوْيَزْرَعُ زَرْعًا :
tanaman
tahuanan
فَيَأْكُلُ مِنْهُ :
lalu
tanamannya dimakan
طَيْرٌ :
burung
اَوْاِنْسَانٌ :
atau manusia
اَوْبَهِيْمَةٌ :
atau
binatang
صَدَقَةٌ : sedekah
D.
Pesan
Dasar
Pesan dasar
dari kitab Al Lu’lu’ wal marjan no. 992
,dijelaskan bahwa Rasulullah SAW melarang
jual beli secara perjanjian, pengolahan tanah dengan bagi hasil tertentu
(mukhabarah), secara memperkirakan sewaktu masih diladang sawah (muhaqalah),
secara borongan tanpa diketahui takaran dan timbangannya (muzabanah) dan
melarang jual beli buah buahan sebelum terlihat baik (matang)nya. Rasulullah
menganjurkan membeli suatu barang yang
sudah jelas barangnya dan membayarnya langsung dengan uang.
Pesan dasar
dari kitab Al Lu’lu’ wal marjan no. 994, dijelaskan bahwasanya apabila ada
seseorang yang memiliki tanah maka
hendaknya ia menanaminya atau memberikannya kepada saudaranya, lalu apabila ia
enggan maka hendaknya ia memelihara tanahnya itu.
Pesan dasar
dari kitab Al Lu’lu’ wal marjan no. 1001, apabila ada seorang muslim yang menanam suatu tanaman baik
tanaman tahunan atau tanaman musiman, lalu tanamannya dimakan oleh burung atau
manusia atau binatang dan seseorang itu memperbolehkan, maka baginya adalah
seperti bersedekah.
E.
Pendapat
para Ulama’
Al-Muhallab menyimpulkan bahwa
barangsiapa menanam di tanah orang lain, maka tanaman itu untuk orang yang
menanam dan dia berhak meminta kepada pemilik tanah untuk memberikan upah bagi
pekerjaan seperti itu.
Ibnu Rusyd
dalam kitab Bidayatul Mujtahid menjelaskan bahwa segolongan fuqoha tidak
membolehkan menyewakan tanah. Mereka beralasan dengan hadits Rafi’ bin Khuday
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dalam kitab Al-Muzara’ah :
“ Bahwasanya Nabi S.a.w.
melarang menyewakan lahan “ (HR. Bukhori)
Sedangkan jumhur ulama membolehkan, tetapi imbalan sewanya
haruslah dengan uang (dirham atau dinar) selain itu tidak boleh. Ada lagi yang
berpendapat boleh dengan semua barang, kecuali makanan termasuk yang ada dalam
lahan itu. Berbagai pendapat yang lain seperti yang dikemukakan Ibnu Rusyd
bahwa dilarang menyewakan tanah itu lantaran ada kesamaran didalamnya. Sebab
kemungkinan tanaman yang diusahakan di atas tanah sewaan itu akan tertimpa
bencana, baik karena kebakaran atau banjir. Dan akibatnya si penyewa harus
membayar sewa tanpa memperoleh manfaat apapun daripadanya.
Al-Imam Abu Zakariyya Yahya Ibn Syarof An-Nawawiy -rahimahullah- berkata menjelaskan faedah-faedah dari hadits yang mulia
ini, “Di dalam hadits-hadits ini terdapat keutamaan menanam pohon dan tanaman,
bahwa pahala pelakunya akan terus berjalan (mengalir) selama pohon dan tanaman
itu ada, serta sesuatu (bibit) yang lahir darinya sampai hari kiamat masih ada.
Para ulama silang pendapat tentang pekerjaan yang paling baik dan paling
afdhol. Ada yang berpendapat bahwa yang terbaik adalah perniagaan. Ada yang
menyatakan bahwa yang terbaik adalah kerajinan tangan. Ada juga yang menyatakan
bahwa yang terbaik adalah bercocok tanam. Inilah pendapat yang benar.
Aku telah memaparkan penjelasannya di akhir bab Al-Ath’imah dari kitab Syarh
Al-Muhadzdzab. Di dalam hadits-hadits ini terdapat keterangan bahwa pahala
dan ganjaran di akhirat hanyalah khusus bagi kaum muslimin, dan bahwa seorang
manusia akan diberi pahala atas sesuatu yang dicuri dari hartanya, atau dirusak
oleh hewan, atau burung atau sejenisnya”.
F.
Analisa
Dari ungkapan Nabi S.a.w. pada hadits kedua
diatas bahwa yang menganjurkan bagi pemilik tanah hendaklah menanami lahannya
atau menyuruh saudaranya (orang lain) untuk menanaminya. Ungkapan ini
mengandung pengertian agar manusia jangan membiarkan lingkungan (lahan yang
dimiliki) tidak membawa manfaat baginya dan bagi kehidupan secara umum.
Memanfaatkan lahan yang kita miliki dengan menanaminya dengan tumbuh-tumbuhan
yang mendatangkan hasil yang berguna untuk kesejahteraan pemiliknya, maupun
bagi kebutuhan konsumsi orang lain. Hal ini merupakan upaya menciptakan
kesejahteraan hidup melalui kepedulian terhadap lingkungan.
Seorang muslim
yang menanam tanaman tak akan pernah rugi di sisi Allah -Azza wa Jalla-, sebab
tanaman tersebut akan dirasakan manfaatnya oleh manusia dan hewan, bahkan bumi
yang kita tempati. Tanaman yang pernah kita tanam lalu diambil oleh siapa saja,
baik dengan jalan yang halal, maupun jalan haram, maka kita sebagai penanam
tetap mendapatkan pahala, sebab tanaman yang diambil tersebut berubah menjadi
sedekah bagi kita. Satu diantara perkara yang tak akan terputus amalannya bagi
seorang manusia, walaupun ia telah meninggal dunia adalah Sedekah Jariyah,
sedekah yang terus mengalir pahalanya bagi seseorang. Para ahli ilmu menyatakan
bahwa sedekah jariyah memiliki banyak macam dan jalannya, seperti membuat sumur
umum, membangun masjid, membuat jalan atau jembatan, menanam tumbuhan baik
berupa pohon, biji-bijian atau tanaman pangan, dan lainnya. Jadi, menghijaukan
lingkungan dengan tanaman yang kita tanam merupakan sedekah dan amal jariyah
bagi kita –walau telah meninggal- selama tanaman itu tumbuh atau berketurunan.
Al-Imam Ibnu Baththol -rahimahullah- berkata: "Ini menunjukkan
bahwa sedekah untuk semua jenis hewan dan makhluk bernyawa di dalamnya terdapat
pahala". [Lihat Syarh Ibnu Baththol (11/473)]
G.
Nilai
Pendidikan
Adapun nilai pendidikan yang dapat diambil dari hadits-hadits
diatas tentang upaya pelestarian lingkungan yaitu :
1.
Larangan
melakukan mukhobarah, muhaqalah, muzabanah, dan larangan menjual buah-buahan
sebelum buah itu matang/tua.
2.
Anjuran
untuk menanami lahan yang kosong baik ditanami sendiri ataupun diberikan kepada
saudaranya.
3.
Perintah
untuk bersedekah.
H.
Kesimpulan
Dari hadis diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
Hadist Jabir bin Abdullah r.a. ini
merupakan larangan menelantarkan lahan, karena hal ini termasuk perbuatan yang
tidak bermanfaat.
Dalam menelantarkan lahan,
Rosulullah S.a.w. menyarankan untuk memanfaatkan dan mengupah orang lain untuk
mengelolahnya.
Seseorang yang memiliki lahan haruslah memanfaatkannya sebagaimana mestinya,
apabila tidak bisa memanfaatkannya maka akan lebih baik jika diserahkan kepada
saudaranya atau orang lain yang lebih bisa memanfaatkan lahan tersebut. Tetapi
jika orang tersebut tidak merelakan lahannya untuk dikerjakan oleh saudaranya
atau pun orang lain maka ia harus memanfaatkannya dengan baik dan tidak
menelantarkannya.
I.
Daftar
Pustaka
Fuad
Abdul Baqi, Muhammad. 1996. Al-Lu’lu’ wal Marjan. Surabaya:
PT. Bina Ilmu.
g-06.blogspot.com/2011/03/hadits-tentang-upaya-pelestarian.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar