HADITS KEPEDULIAN
SOSIAL
A. Membuang
duri dari jalanan
1. Bunyi hadits di dalam Kitab Lu’lu’wal Marjan 1682
حَدِيْثُ أَبِي
هُرَيْرَةَ, أَنَّ رَسُولَ اللَّه قَال(( بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِي بِطَرِيقٍ وَجَدَ غُصْنَ شَوْكٍ عَلَى الطَّرِيقِ
فَأَخَّرَهُ فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ )).
Artinya : Hadits dari
Abu Hurairah RA. Bahwasanya Rasulullah SAW. Beliau bersabda : ketika seseorang
menelusuri jalan, dia mendapati kayu berduri, kemudian ia menyingkirkannya dari
jalan, lalu Allah membalas perbuatan baiknya dan mengampuni dosanya. ( HR.
Bukhori )
2. Mufrodat
Berjalan di suatu jalan : يَمْشِى بِطَرِيْقٍ
3.
Pesan dasar
Hadits di atas menunjukkan bahwa dalam
Islam, sekecil apapun perbuatan baik akan mendapat balasan dan memiliki
kedudukan sebagai salah satu pendukung akan kesempurnaan keimanan seseorang.
Duri dalam konotasi secara sekilas
menunjukkan pada sebuah benda yang hina. Akan tetapi, jika dipahami lebih luas,
yang dimaksud dengan duri di sini adalah segala sesuatu yang dapat membahayakan
pejalan kaki, baik besar maupun kecil. Hal ini semacam ini mendapat perhatian
serius dari Nabi saw. sehingga dikategorikan sebagai salah satu cabang daripada
iman, karena sikap semacam ini mengandung nilai kepedulian sosial, sedang dalam
Islam ibadah itu tidak hanya terbatas kepada ibadah ritual saja, bahkan setiap
ibadah ritual, pasti di dalamnya mengandung nilai-nilai sosial.
Di samping hal
tersebut di atas, menghilangkan duri dari jalan mengandung pengertian bahwa
setiap muslim hendaknya jangan mencari
kemudlaratan, membuat atau membiarkan kemudlaratan. Hal ini sesuai dengan sabda
Rasul SAW. yang
dijadikan sebuah kaidah dalam Ushul Fiqh:
لاَضَرَارَ وَلاَ ضِرَارَ
“Janganlah mencari kemudlaratan dan jangan pula membuat
kemudlaratan”.
Membiarkan duri
di jalan atau sejenisnya berarti membiarkan kemudlaratan atau membuat
kemudlaratan baru, jika adanya duri tersebut awalnya sengaja disimpan oleh
orang lain.
4.
Pendapat
Ulama
Syaikh Muhammad Sholih Utsaimin
menerangkan bahwa yang dimaksud dari imaathotul adzaa anith thoriq
(menyingkirkan gangguan dari jalan) adalah menyingkirkan apa saja yang
mengganggu para pemakai jalan di antaranya adalah batu, duri,
pecahan kaca dan lainnya. Ketika
kita membaca hadits ini lalu kita melihat kenyataan, maka kita akan
mendapati setidaknya dua problem :
Yang pertama
Kalau menyingkirkan duri di jalan adalah serendah-rendah iman menurut penilaian rosululloh shollallohu alaihi wasallam, lalu bagaimana dengan orang yang dengan sengaja menebar paku di jalan dengan tujuan ban kendaraan baik motor atau mobil bocor, yang kemudian sering terjadi aksi perampokan sebagaimana yang sering kita baca di mas media atau dengan bocornya ban menyebabkan para penambal ban mendapatkan rizki
Yang kedua
Di saat kita berniat melaksanakan hadits yang agung ini, yaitu menyingkirkan duri atau paku di jalan, sungguh akan menemui kendala yang luar biasa. Bagaimana tidak ? Sebagai contoh Paku-paku yang bertebaran di jalan luar biasa banyaknya sehingga ketika seorang polisi pada pagi hari merazia paku di jalan, ternyata dalam waktu singkat terkumpul paku sebanyak 3 kg.
Kalau menyingkirkan duri di jalan adalah serendah-rendah iman menurut penilaian rosululloh shollallohu alaihi wasallam, lalu bagaimana dengan orang yang dengan sengaja menebar paku di jalan dengan tujuan ban kendaraan baik motor atau mobil bocor, yang kemudian sering terjadi aksi perampokan sebagaimana yang sering kita baca di mas media atau dengan bocornya ban menyebabkan para penambal ban mendapatkan rizki
Yang kedua
Di saat kita berniat melaksanakan hadits yang agung ini, yaitu menyingkirkan duri atau paku di jalan, sungguh akan menemui kendala yang luar biasa. Bagaimana tidak ? Sebagai contoh Paku-paku yang bertebaran di jalan luar biasa banyaknya sehingga ketika seorang polisi pada pagi hari merazia paku di jalan, ternyata dalam waktu singkat terkumpul paku sebanyak 3 kg.
5.
Kerangka Teoritik
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu,ia mengatakan, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda, ”Setiap persendian manusia ada sedekahnya
setiap hari di mana matahari terbit di dalamnya, kamu mendamaikan di antara dua
orang adalah sedekah,kamu membantu seseorang untuk menaikkannya di atas kendaraannya
atau mengangkatkan barangnya di atasnya adalah sedekah, kalimat yang baik
adalah sedekah, pada tiap-tiap langkah yang kamu tempuh menuju shalat adalah
sedekah, dan kamu membuang gangguan dari jalan adalah sedekah.”(HR.al-Bukhari
,no.2989 dan Muslim, no 1009)
Imam an -Nawawi rahimahullah,berkata:
Sabdanya, كُلُّ
سُلاَمَى مِنَ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ (Setiap persendian manusia ada
sedekahnya).Sulama (persendian) ialah anggota tubuh manusia. Beliau
menyebutkan bahwa semuanya berjumlah 360 anggota, tiap-tiap anggota darinya ada
sedekahnya setiap hari. Setiap amalan kebajikan berupa tasbih, tahlil,takbir
atau langkah menuju shalat adalah sedekah. Siapa yang menunaikan dua rakaat
pada awal harinya, maka ia telah menunaikan zakat badannya lalu ia memelihara
sisanya. Disebutkan dalam hadits bahwa dua rakaat Dhuha menduduki kedudukan hal
itu.
Allah berfirman
(yang artinya), “Wahai manusia, shalatlah untukKu empat rakaat diawal siang,
maka Aku mencukupimu pada akhirnya.” (Hadits shahih riwayat Ahmad 6/451 dan
dishahihkan oleh al – Albani dalam Shahih al Jami’ no 4339)
Imam Ibnu Daqiq al-‘Id rahimahullah,berkata:
Sabdanya,
سُلاَمَى dengan dhammah sin dan meringankan lam, bermakna persendian dan
anggota tubuh. Disebutkan dalam Shahih Muslim bahwa semuanya berjumlah 360.
Rasulullah shallallahu
‘alihi wasallam bersabda:
“Sesunguhnya
Allah menciptakan setiap manusia dari Bani Adam dengan 360 persendian.
Barangsiapa yang bertakbir, bertahmid, bertahlil, bertasbih dan beristighfar
serta menyingkirkan batu dari tengah jalan, duri atau tulang dari tengah jalan
yang dilewati manusia, menyuruh yang ma’ruf atau mencegah yang mungkar sebanyak
360 persendian tersebut, maka ia berjalan pada hari itu dalam keadaan telah
mengentaskan dirinya dari neraka.” (Shahih Muslim, no: 1007)
Al-Qadhi Iyadh
mengatakan, ”Pada asalnya istilah untuk tulang telapak tangan, jari-jari dan
kaki, kemudian dipergunakan untuk istilah semua tulang tubuh dan pesendiannya.”
Menurut
sebagian ulama,maksudnya ialah sedekah tarhib wa tarhib (anjuran) bukan
kewajiban dan keharusan. Disebutkan dalam Syarh an-Nawawi ‘ala Shahih Muslim,
7/95, ”Sedekah nadb watarghib (anjuran)” .Mungkin inilah yang benar, wallahu
a’lam.
Sabdanya, تَعْدِلُ
بَيْنَ اثْنَيْنِ صَدَقَةٌ Kamu mendamaiakan diantara dua orang adalah
sedekah. Yakni mendamaikan diantara keduanya dengan adil.
Dalam hadits lain dari riwayat
Muslim disebutkan,
يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى
مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ
صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ
بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِصَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ
ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى
“Setiap hari
tiap-tiap persendian seseorang dari kalian ada sedekahnya. Setiap tasbih adalah
sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah ,setiap
takbir adalah sedekah, menyuruh yang ma’ruf adalah sedekah, mencegah yang
mungkar adalah sedekah, dan cukup dari itu (semua) dua rakaat Dhuha yang
dikerjakannya.” (HR.Muslim,no. 720)
Yakni dua rakaat sudah mencukupi
dari sedekah-sedekah anggota tubuh ini karena shalat adalah amalan untuk semua
anggota tubuh.Jika ia mengerjakan shalat,maka semua anggota tubuh melakukan
tugasnya.Wallahu a’lam.
Syaikh Ibnu Utsaimin
rahimahullah,berkata:
Sabdanya, كُلُّ
سُلاَمَى مِنَ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ، كُلُّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيْهِ
الشَّمْسُ (Setiap persendian manusia ada sedekahnya setiap hari di mana
matahari terbit di dalamnya).Yakni setiap anggota tubuh dan persendian manusia
ada sedekahnya.
كُلُّ يَوْمٍ
تَطْلُعُ فِيْهِ الشَّمْسُ (Setiap hari dimana matahari terbit didalamnya).Yakni
harus disedekahi setiap hari dimana matahari terbit di dalamnya. Sabdanya ,
كُلُّ سُلاَمَى ( setiap persendian ) adalah mubtada’ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ
(ada sedekahnya) adalah kalimat khabar mubtada’ dan كُلُّ يَوْمٍ adalah zharf.
Artinya setiap kali hari tiba maka setiap persendian manusia diharuskan
bersedekah yang ditunaikannya sebagai rasa syukur kepada Allah ta’aala
atas nikmat sehat dan kehidupan. Sedekah ini bukan sedekah harta saja tetapi
bervariasi.
تَعْدِلُ بَيْنَ
اثْنَيْنِ صَدَقَةٌ (Kamu mendamaikan diantara dua orang adalah sedekah).Yakni
kamu menjumpai dua orang yang sedang berselisih lalu kamu memutuskan di antara
keduanya dengan adil maka ini sedekah. Dan ini sedekah paling utama, berdasar
Firman Allah Ta’aala
لا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ
نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ
النَّاسِ
“Tidak ada kebaikan pada
kebanyakan bisikan-bisikan mereka,kecuali bisikan-bisikan dari orang yang
menyuruh (manusia) memberi sedekah atau berbuat ma’ruf atau mengadakan
perdamaian diatara manusia.” ( An Nisa’: 114)
وَتُعِيْنُ
الرَّجُلَ فِي دَابَّتِهِ فَتَحْمِلُهُ عَلَيْهَا أَوْ تَرْفَعُ لَهُ عَلَيْهَا
مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ (Kamu membantu seseorang untuk menaikkannya di atas
kendaraannya atau mengangkat barangnya di atasnya adalah sedekah).
Ini juga
termasuk sedekah, kamu membantu saudaramu sesama muslim berkenaan dengan tunggangannya
baik kamu menaikkannya di atas kendarannya jika ia tidak mampu melakukannya
sendiri, maupun kamu menaikkan barangnya di atas kendaraannya. Ini juga
sedekah,karena ini perbuatan baik dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan.
وَالْكَلِمَةُ
الطَّيِّبَةُ (Kalimat yang baik adalah sedekah).Kalimat yang baik ialah semua
kalimat yang mendekatkan diri kepada Allah, seperti tasbih, tahlil, takbir,
tahmid, menyuruh yang ma’ruf, mencegah yang mungkar, membaca Al -Qur’an,
mengajarkan ilmu dan selainnya. Setiap kalimat yang baik adalah sedekah.
وَبِكُلِّ
خُطْوَةٍ تَمْشِيْهَا إِلَى الصَّلاَةِ صَدَقَةٌ (Pada tiap-tiap langkah yang
kamu tempuh menuju shalat adalah sedekah). Disebutkan dalam Shahihain
dari hadits Abu Hurairah bahwa jika manusia berwudhu dengan sempurna
dirumahnya, kemudian keluar dari rumahnya menuju masjid, ia tidak keluar
kecuali untuk shalat, maka “Tidaklah ia melangkah satu langkah melainkan Allah
meninggikan untuknya dengannya satu derajat dan menghapuskan darinya dengannya
satu kesalahan.”
وَ تُمِيْطُ اْلأَذَى عَنِ
الطَّرِيْقِ صَدَقَةٌ (Dan kamu membuang gangguan dari jalan adalah sedekah).
Membuang gangguan artinya
membuang gangguan dari jalan.
Gangguan (اْلأَذَى ) ialah segala yang menganggu orang yang melintas berupa
air, batu, pecahan kaca, duri atau selainnya. Baik yang mengganggu mereka itu
berasal dari tanah atau mengganggu mereka dari atas. Semisal bila di sana
terdapat ranting-ranting pohon yang menjuntai yang mengganggu manusia lalu ia
membuangnya, maka itu adalah sedekah.
6.
Nilai Pendidikan
Kisah di atas banyak sekali mengandung nilai-nilai pendidikan yang sangat berharga, di
antaranya:
1.
Besarnya
keutamaan menyingkirkan gangguan dari jalan kaum muslimin dan adanya pahala
yang besar yang diberikan bagi siapa saja yang melakukannya.
2.
Luasnya rahmat Allah subhanahu
wa ta’ala dan agungnya pahala yang disiapkan buat hamba-hamba-Nya yang
beriman. Allah subhanahu wa ta’ala memasukkan laki-laki tersebut ke
dalam surga sekaligus dengan sebab amalannya yang sedikit, yaitu menyingkirkan
gangguan dari jalan kaum muslimin, karena memang seseorang masuk surga itu
berkat fadilah Allah subhanahu wa ta’ala yang dianugerahkan kepadanya,
bukan sekadar karena amalan yang ia perbuat. Seandainya bukan karena fadilah
Allah subhanahu wa ta’ala, tentulah tidak ada seorang pun yang dapat
masuk surganya Allah subhanahu wa ta’ala. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Dekatkanlah diri kalian kepada
Allah subhanahu wa ta’ala dan tepatilah kebenaran. Ketahuilah, bahwa tidaklah
salah seorang dari kalian akan selamat (dari neraka) dengan amalnya.”
Mereka mengatakan, “Apakah engkau juga demikian, wahai Rasulullah?” Beliau
menjawab, “Demikian juga aku. Hanya saja, Allah telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya kepadaku.” (H.R. Muslim, No. 2816)
3.
Pepohonan yang boleh ditebang
dan dibuang adalah pepohonan yang mengganggu kaum muslimin. Adapun apabila
bermanfaat bagi kaum muslimin seperti pohon yang digunakan untuk berteduh
manusia maka tidak boleh ditebang, kecuali apabila ada maslahat tertentu.
Bahkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mendorong kaum
muslimin untuk menanam tanaman-tanaman atau tumbuhan yang dapat berbuah dan
bermanfaat bagi manusia.
4.
Kisah di atas
sekaligus merupakan peringatan keras kepada sebagian manusia yang tidak hanya enggan
menyingkirkan gangguan dari jalan tetapi justru membuang sampah-sampah rumahnya
dan sisa-sisa makanan mereka ke jalan-jalan yang dilewati kaum muslimin. Akibatnya, hal itu dapat mengganggu dan menghambat saudaranya yang
lain yang melewati jalan tersebut. Seandainya mereka mengetahui pahala yang
akan diberikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala kepada siapa saja yang
mau ikhlas berbuat baik kepada sesama kaum muslimin, tentulah mereka tidak akan
berbuat sedemikian itu.
B. Melapangkan orang lain
1. Bunyi Hadits di dalam Kitab An Nawawi 23
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِماً سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كاَنَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ. وَمَنْ سَلَكَ طَرِيْقاً يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْماً سَهَّلَ اللهُ بِهِ طَرِيْقاً إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوْتِ اللهِ يَتْلُوْنَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُوْنَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِيْنَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ، وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ، وَمَنْ بَطَأَ فِي عَمَلِهِ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ. متفق عليه
Artinya
“ Dari Abu
Hurairah radhiallahuanhu, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda: Siapa yang menyelesaikan kesulitan seorang mu’min dari berbagai
kesulitan-kesulitan dunia, niscaya Allah akan memudahkan kesulitan-kesulitannya
di Hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitann niscaya
akan Allah mudahkan baginya di dunia dan akhirat dan siapa yang menutupi (aib)
seorang muslim Allah akan tutupi aibnya di dunia dan akhirat. Allah selalu
menolong hamba-Nya selama hamba-Nya menolong saudaranya. Siapa yang menempuh
jalan untuk mendapatkan ilmu, akan Allah mudahkan baginya jalan ke syurga.
Suatu kaum yang berkumpul di salah satu rumah Allah membaca kitab-kitab Allah
dan mempelajarinya di antara mereka, niscaya akan diturunkan kepada mereka
ketenangan dan dilimpahkan kepada mereka rahmat, dan mereka dikelilingi
malaikat serta Allah sebut-sebut mereka kepada makhluk disisi-Nya. Dan siapa
yang lambat amalnya, hal itu tidak akan dipercepat oleh nasabnya. (Muttafaq
alaih).
- Mufrodat
Orang muslim = المسلم
اًخو=bersaudara
المسلم= terhadap orang muslim yang lain
- Pesan dasar
Dari hadits tersebut terdapat pesan dasar sebagai
berikut:
a.
Barang siapa
yang membantu seorang muslim dalam menyelesaikan kesulitannya, maka akan dia
dapatkan pada hari kiamat suatu kemudahan dari kesulitan di hari yang sangat
sulit tersebut.
b.
Sesungguhnya
pembalasan disisi Allah ta’ala sesuai dengan jenis perbuatannya.
c.
Berbuat
baik kepada makhluk merupakan cara untuk mendapatkan kecintaan
Allah ta’ala.
d.
Meluruskan
niat dalam rangka mencari ilmu dan ikhlas di dalamnya agar tidak menggugurkan
pahala sehingga amal dan usahanya sia-sia.
e.
Banyak
sekali balasan dari Allah Swt, kepada orang yang senang membantu sesama kaum muslim.
f.
Bisa
menambah kedekatan persaudaraan sesama
muslim.
- Pendapat ulama
Alawi Abbas al-Maliki
dan Hasan Sulaiman al-Nuri dalam kitabnya “Ibanatul Ahkam Syarh Bulughul
Maram” menjelaskan kita harus selalu memperhatikan sesama muslim dan memberikan pertolongan
jika seseorang mendapatkan kesulitan.
- Kerangka teoritik
1) Melepaskan kesusahan bagi orang seorang muslim
Melepaskan kesusahan orang lain mengandung makna yang sangat luas,
bergantung kepada kesusahan yang sedang diderita oleh orang tersebut. Jika
saudara-saudaranya termasuk orang miskin sedangkan ia berkecukupan (kaya), ia
harus menolongnya dengan cara memberikan bantuan atau memberikan pekerjaan
sesuai dengan kemampuannya; jika saudaranya sakit ia berusaha menolongnya
dengan cara membantu membawa ke dokter atau meringankan biayanya; jika
suadaranya dililit utang, maka ia membantu memberikan jalan keluar, baik dengan
cara memberi bantuan untuk melunasinya atau memberi arahan yang akan membantu
dalam mengatasi utang saudaranya.
Orang muslim membantu meringankan kesusahan saudaranya yang seiman, beriman
telah menolong hamba Allah yang disukai oleh-Nya, dan Allah swt., pun akan
memberi pertolongan-Nya serta menyelamatkannya dari berbagai kesusahan, baik
dunia maupun akhirat sebagaimana firman Allah swt.
- إِنْ تَنْصُرُوْا اللهَ يَنْصُرْكُمْ .... (مـحمد : 7)
“Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Allah pun akan menolong kamu
semua…” (Q.S. Muhammad : 7)
2) Menutupi Aib Orang Mukmin serta Menjaga Orang Lain dari Berbuat Dosa
Orang mukmin pun harus menutupi aib saudaranya, apalagi ia tahu bahwa orang
yang bersangkutan tidak akan senang apabila rahasianya diketahui oleh orang
lain. Namun, demikian juga aib tersebut berhubungan dengan kejahatan yang telah
dilakukannya, ia tidak boleh menutupinya. Jika itu dilakukan berarti telah
menolong orang lain dalam hal kejahatan, sehingga orang tersebut terhindar dari
hukuman. Menolong orang lain dalam kejahatan berarti sama saja, ia telah
melakukan kejahatan. Perbuatan itu sangat dicelka dan tidak dibenarkan dalam
Islam. Sebagaimana firman-Nya:
- ... وَلاَ تَعَاوَنُوْا عَاَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ... (الـمائدة : 2)
“…Janganlah kamu saling tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan…” (Q.S.
Al-Maidah : 2)
Dengan demikian, jika melihat seseorang akan melakukan kejahatan atau dosa,
maka setiap mukmin harus berusaha untuk mencegahnya dan menasihatinya. Jika orang tersebut terlanjur melakukannya, maka suruhlah untuk bertaubat,
karena Allah swt. Maha Pengampun lagi Maha Penerima Taubat. Tindakan tersebut
merupakan pertolongan juga, karena berusaha menyelamatkan seseorang dari adzab
Allah swt.
Yang paling penting dalam melakukan perbuatan yang dianjurkan syara’,
seperti menolong atau melonggarkan kesusahan orang lain, adalah tidak
mengharapkan pamrih dari orang yang ditolong, melainkan ikhlas semata-mata
didasari iman dan ingin mendapat ridla-Nya.
Beberapa syari’at Islam seperti sahalat, puasa, zakat, dan yang lainnya, di
antaranya dimaksudkan untuk memupuk jiwa kepedulia sosial terhadap sesama
mukmin yang berada dalam kesusahan dan kemiskinan.
Orang yang memiliki kedudukan harta yang melebih orang lain hendaknya tidak
menjadikannya sombong atau tinggi hati, sehingga tidak memperhatikan orang lain
yang sedang membutuhkan pertolongan. Pada hakikatnya Allah swt. menjadikan
adanya perbedaan seseorang dengan yang lainnya adalah untuk saling melengkapi.
Sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya:
أَهُمْ يَقْسِمُوْنَ رَحْمَةَ
رَبِّكَ، نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَّعِيْشَتَهُمْ فِى الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لَّيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا
سُخْرِيًّا ... (الزخرف
: 32)
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? kami Telah menentukan
antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami Telah
meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar
sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain…” (Q.S. az-Zukhruf : 32)
Di dunia ini dengan adanya orang yang senang dengan kekayaan atau
kedukannya, dan ada pula orang-orang yang susah karena kemiskinannya, hal ini
merupakan kehendak Allah swt. untuk keseimbangan kehidupan di dunia. Dapat
dibayangkan jika semua orang kaya, siapa yang akan menjadi petani atau
mengerjakan pekerjaan kasar yang biasa dikerjakan oleh orang-orang kecil.
Begitu pun sebaliknya, jika semuanya miskin, kehidupan di dunia akan kacau.
Dengan demikian, pada hakikatnya hidup di dunia adalah saling membantu dan
mengisis, ketentraman pun hanya akan dapat diciptakan jika masing-masing
golongan saling memperhatikan dan menolong satu sama lain, sehingga
kesejahteraan tidak hanya berada pada satu golongan saja.
Perintah agar kaum muslimin peka dan peduli terhadap orang lain juga
dicerminkan melalui syariat penyembelihan hewan qurban. Hal itu tergambar dari
doa yang dibaca setelah hewan qurban disembelih, yang berbeda dengan
penyembelihan hewan biasa, sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dari Siti
Aisyah, disunahkan membaca doa, yang artinya:
“Dengan menyebut nama Allah, ya Allah terimalah (Qurban ini) dari Muhammad,
keluarga Muhammad dan Ummat Nabi Muhammad saw.”
Memperbaiki kesejahteraan merupakan salah satu di antara tiga cara dalam
memprebaiki keadaan masyarakat, sebagaimana diungkapkan oleh Abu Hasan dalam
kitab “Adab ad-Dunya wa ad-Din”, yakni menjadikan manusia taat; menyatukan rasa
dalam hal kesenangan dan penderitaanl dan menjaga dari hal-hal yang akan mengganggu
stabilitas kehidupan.
Sebagaimana telah dibahas di atas, peduli terhadap sesama tidak hanya dalam
masalah materi saja, tetapi dalam berbagai hal yang menyebabkan orang lain
susah. Jika mampu, setiap muslim harus
berusaha menolong sesamanya.Sesungguhnya Allah swt. akan selalu menolong
hamba-Nya, selama hamba-Nya menolong dan membantu sesama saudaranya.
6.
Nilai pendidikan
Dari hadits
tersebut terdapat nilai-nilai pendidikan yang bisa kita ambil, yaitu:
a.
Memohon
pertolongan kepada Alla ta’ala dan kemudahan dari-Nya, karena ketaatan tidak
akan terlaksana kecuali karena kemudahan dan kasih sayang-Nya.
b.
Selalu
membaca Al Quran, memahaminya dan mengamalkannya.
c.
Keutamaan
duduk di rumah Allah untuk mengkaji ilmu.
d.
Tidak
ada kerugian bagi orang yang suka menolong sesama
e.
Apabila kita
secara ikhlas mau memudahkan urusan orang lain, Insya Allah urusan kita juga
akan dimudahkan oleh Allah.
C. Masuk neraka karena menganiaya kucing
1.
Bunyi Hadits
حديث عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِى اللهُ عَنْهُ, اَنَّ رَسُوْلُ
اللهِ صَلىَ اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَمَ قَالَ: عُدِّبَتِ امْرَاًةَ فِى هِرَّةِ
سَجَنَتَهَاحَتَّى مَاتَتْ, فَدَخَلَتْ فِيْهَا
النَّارَ. لَاهِىَ اَطْعَمَتْهَا, وَلَا سَقَتْهَا, اِدْ حَبَسَتْهَا. وَلَا هِىَ
تَرَكَتْهَا تَاًكَلُ مِنْ خُشَاسِ الْاَرْضِ.
Abdullah
bin Umar berkata: Nabi Muhammad SAW bersabda: Seorang wanita telah disiksa
disebabkan kucing yang dikurung sampai mati, sehingga ia masuk neraka sebab
tidak diberi makan, minum ketika dikurung, juga tidak dilepas untuk mencari
makanan dari binatang-binatang bumi yang menjadi makanannya.
Sumber: Lu’lu’ Walmarjan (1683)
2.
Mufrodatnya:
menahannya = سَجَنَتَهَاحَتَّى
sampai= مَاتَتْ
mati= تَرَكَتْهَا
meninggalkannya= تَاًكَلُ
3.
Pesan dasar
Islam adalah agama rahmatan lil alamin. Islam
tidak saja memberikan aturan kerja (manual) bagi hubungan manusia dengan
Penciptanya, atau dengan sesama manusia, namun juga dengan binatang dan
tumbuhan. Dalam banyak ayat didalam Al Quran, Allah telah banyak memberikan
peringatan kepada manusia agar senantiasa menjaga alam, menyayangi binatang dan
merawat tumbuhan, serta melarang untuk berbuat kerusakan dimuka bumi. Ayat
keempat puluh satu surat Ar Ruum, “Telah nampak kerusakan di darat dan di
laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, agar Allah merasakan pada
mereka sebagian akibat perbuatannya, agar mereka kembali”, memperingatkan
para pemegang HPH yang semena-mena merusak hutan, pengusaha pertambangan yang
rakus, ataupun eksploitator laut yang melampaui batas.
4.
Pendapat Ulama
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Hadits ini
menunjukkan diharamkannya membunuh kucing dan diharamkan mengurungnya tanpa
diberi makanan dan minuman. Adapun dimasukkannya dia ke
dalam neraka adalah karena perbuatan itu. Zahir hadits menunjukkan bahwa
perempuan tersebut beragama Islam, meskipun demikian dia masuk neraka gara-gara
menyiksa seekor kucing.” (lihat Syarh Muslim [7/347])
Beliau juga
menegaskan, “Maksiat ini bukanlah dosa kecil, bahkan dia bisa berubah menjadi
dosa besar apabila dilakukan secara terus-menerus.” (lihatSyarh Muslim [7/348])
Dari
Abdullah bin ‘Amr bin al-’Ash radhiyallahu’anhuma, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Sayangilah [sesama] niscaya kalian pun
akan disayangi. Berikanlah ampun/maaf maka niscaya kalian pun akan diampuni
oleh Allah…” (HR. Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad)
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallambersabda, “Tidaklah dicabut rasa kasih sayang kecuali
dari orang yang celaka.” (HR. Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad)
Dari
Jarir radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Barangsiapa yang tidak menyayangi manusia maka
Allah ‘azza wa jalla tidak akan menyayanginya.” (HR. Bukhari
dalam al-Adab al-Mufrad)
Imam Ibnu
Baththal rahimahullah berkata mengomentari hadits ini, “Di
dalamnya terkandung dorongan untuk menaruh kasih sayang kepada segenap makhluk,
tercakup di dalamnya orang beriman dan orang kafir, serta binatang yang
dimilikinya maupun binatang yang bukan miliknya.” (lihat Syarh Shahih
al-Adab al-Mufrad [1/490])
Sebagian
tabi’in mengatakan, “Barangsiapa yang banyak dosanya hendaklah dia suka
memberikan minum. Apabila dosa-dosa orang yang memberikan minum kepada seekor
anjing bisa terampuni, maka bagaimana menurut kalian mengenai orang yang
memberikan minum kepada seorang beriman lagi bertauhid sehingga hal itu
membuatnya tetap bertahan hidup!” (lihat Syarh Shahih al-Adab
al-Mufrad[1/500])
5.
Kerangka Teoritik
Riwayat tersebut tidak menunjukkan bahwa Rasulullah menyayayangi
binatang kucing, tetapi akibat menyia-nyiakan binatang piaraan seperti kucing
pun akan mendapatkan adzab di akhirat. Sebenarnya bukan hanya kucing,
menyia-nyiakan semua binatang peliharaan seperti burung, ikan dan lain-lain
juga bisa menyebabkan datangnya adzab Allah.
Demikian juga hadis lain yang
menunjukkan bahwa jilatan kucing tidak najis;
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ َقَالَ إِنَّ رَسُولَ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجَسٍ إِنَّهَا مِنَ
الطَّوَّافِينَ عَلَيْكُمْ
وَالطَّوَّافَاتِ
Dari Abu Qatadah
bahwa Rasulullah SAW bersabda tentang kucing,”Sesungguhnya (kucing itu)
tidaklah najis karena dia termasuk yang berkeliling di antara kamu. (HR.
An-Nasa’i, Abu Daud)
Bahkan diriwayatkan bahwa Rasulullah
SAW pernah berwudhu dari air yang telah diminum oleh kucing.
عَنْ عَائِشَةَ َقَالَتْ إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجَسٍ إِنَّمَا هِيَ
مِنْ الطَّوَّافِينَ عَلَيْكُمْ
وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ بِفَضْلِهَا
Dari Aisyah ra sesungguhnya
Rasulullah SAW bersabda,’(Kucing) itu tidaklah najis, dia termasuk binatang
yang berkeliling di antara kalian”. Dan aku (Aisyah) melihat Rasulullah SAW berwudhu dengan air
bekas jilatan kucing’. (HR. Abu Daud).
Hadis-hadis di atas juga tidak mengindikasikan Rasulullah
menyayangi kucing. Rasulullah
hanya menyebutkan bahwa kucing adalah binatang jinak yang banyak bergaul
(berkeliling) di antara manusia.
Tetapi
seandainya ada riwayat yang shahih tentang hal ini, kita perlu ingat bahwa
Rasulullah manusia biasa yang diberi wahyu. Sebagai manusia biasa beliau
memiliki sifat-sifat kemanusiaan, seperti menyukai sesuatu. Dalam hal yang
bukan brada di dalam wilayah syari’ah hal ini bisa ditiru dan bisa pula tidak.
Tetapi dalam masalah syari’at, apa yang dialakukan, dikatakan dan ditetapkan
oleh Rasulullah harus diikuti.
Lebih jauh lagi
Rasulullah memberikan teguran keras pada penyiksa binatang. Said bin Jubair
mengatakan bahwa ia pernah melihat bersama Ibnu Umar sekelompok pemuda yang
memasang ayam betina untuk dijadikan sasaran latihan memanah. Demi melihat Ibnu
Umar mereka bubar dan Ibnu Umar berkata, “Siapakah yang berbuat ini?
Sesungguhnya Nabi Saw. mengutuk orang yang berbuat begini”. Sementara itu
Abu Hurairah (bapaknya kucing kecil), julukan Rasulullah bagi seorang sahabat
perawi hadits yang menyayangi dan senantiasa membawa kucing kecil kemanapun ia
pergi, berkata bahwa Nabi Saw. bersabda, ”Ada seorang perempuan masuk neraka
lantaran kucing yang ia ikat di dalam rumah, dimana ia tidak memberinya makan
dan minum dan tidak melepaskannya agar kucing itu bisa makan dari sampah (yang
ada diatas) bumi, sehingga kucing itu mati”.
6.
Nilai Pendidikan
Allah memerintahkan manusia untuk sayang pada
hewan-hewan. Banyak nama-nama surat dalam Al Quran yang mengambil tamsil
dan pelajaran dari perilaku binatang, mulai dari yang baik hingga yang berbuat
kerusakan. Ada al Baqarah (sapi betina), al An’aam (binatang ternak), an Nahl
(lebah), an Naml (semut), al Ankabuut (laba-laba), al ‘Aadiyaat (kuda perang)
dan juga al Fiil (gajah).
Binatang diciptakan oleh Allah untuk dimanfaatkan oleh
manusia sebagai makanan, pembantu pekerjaan atau perjalanan manusia. Namun
demikian, bukan berarti manusia bebas memperlakukan mereka. Diriwayatkan dari
Hasan al-Bashri, bahwa pada suatu pagi Rasulullah berjalan melewati seekor unta
yang diikat. Setelah beliau menyelesaikan urusannya dan kembali lewat jalan
itu, beliau melihat unta itu masih diikat. Kemudian beliau bertanya kepada
pemilik unta itu, “Apakah kamu tidak melepas dan tidak memberi makan unta
itu sepanjang hari?” Pemilik unta itu menjawab, “Tidak”. Beliau
bersabda kepadanya, “Ingatlah, nanti pada hari kiamat unta itu akan
mempersalahkan ini kepada Allah”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah
menyampaikan kepada kita bahwa kita meraih pahala dengan berbuat baik kepada
binatang. Jika dia enggan memberinya makan yang menjaganya, maka dia harus
melepasnya dan membiarkannya bebas di bumi Allah yang luas. Ia pasti
mendapatkan makanan yang bisa menjaga hidupnya. Lebih-lebih, Allah telah
menyediakan rizki bagi kucing tersebut dari sisa-sisa makanan orang, begitu
pula serangga-serangga yang ditangkapnya.
Pelajaran dan faedah kisah di atas
1.
Besarnya dosa orang-orang yang
menyiksa binatang dan menyakitinya dengan memukul dan membunuh. Wanita ini
masuk Neraka karena dia menjadi sebab kematian seekor kucing.
2.
Boleh menahan (memelihara)
binatang seperti kucing, burung, dan sebagainya, jika diberi makan dan minum.
Jika tidak mampu atau tidak mau, maka hendaknya melepaskannya dan membiarkannya
pergi di bumi Allah yang luas untuk mencari rizkinya sendiri.
3.
Di Akhirat, manusia diadzab
sesuai dengan perbuatannya di dunia. Wanita ini diserang oleh seekor kucing di
Neraka dengan mencakari tubuhnya karena perbuatannya didunia yang menyiksa
kucing tersebut
D. Menyantuni Anjing
1.
Teks dan Terjemah Hadits
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِيْ
فِى الطَّرِيْقِ اشْتَدَّ عَلَيْهِ الْعَطْشُ فَوَجَدَ بِئْرًا، فَنَزَلَ فِيْهَا
فَشَرِبَ ثُمَّ خَرَجَ فَإِذَا كَلْبٌ يَلْهَثُ الثَّرَى مِنَ الْعَطْشِ فَقَالَ
الرَّجُلُ: لَقَدْ بَلَغَ هذَا الْكَلْبُ مِنَ الْعَطْشِ مِثْلَ الَّذِيْ كَانَ
قَدْ بَلَغَ مِنِّيْ ، فَنَزَلَ الْبِئْرَ فَمَلأَ خُفَّهُ مَاءً ثُمَّ أَمْسَكَهُ
بِفِيْهِ حَتَّى رَقِيَ فَسَقَى الْكَلْبَ فَشَكَرَ اللهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ.
قَالُوْا يَارَسُوْلَ اللهِ وَإِنَّ لَنَا فِى الْبَهَائِمِ أَجْرًا؟ فَقَالَ: فِى
كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرًا. متفق عليه (محي الدين أبي زكريّا يحيى بن شرف
النواوي " رياض الصالحين" فى باب "كثرة طروق الخير، ص، 78)
Dari Abu Hurairah ra. Sesungguhnya Rasullah saw. Telah bersada, ”pada suatu
saat seorang pejalan kaki yang lagi kehausan menemukan sebuah sumur, yang
kemudian ia turun ke dalamnya untuk mengambil air dan meminumnya, kemudian ia
naik lagi. Ketika itu, dia menemukan seekor anjing yang kehausan sedang
menjilati rerumputan kering saking hausnya. Orang tersebut berkata, ”anjing ini
kehausan sebagaimana yang dirasakan olehku”. Kemudian orang tersebut turun lagi
ke dalam sumur dan memenuhi sepatunya (dengan air), kemudian dibawanya dengan
gigit, lalu ia memberi minum kepada anjing tersebut. Maka Allah menerima
perbuatan orang tersebut dan memberikan ampunan kepadanya. Para sahabat
berkata, ”Apakah bagi kami dalam (mengasihi) binatang ada pahala?” Beliau
menjawab, ”Dalam setiap hewan yang memiliki jantung basah (hidup) terdapat
pahala.” (Sepakat ulama hadits).
2.
Mufrodat
حديث اَبْىِ هُرَيْرَةَ, قاَلَ: قَالَ
اَلنَّبِى صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَم بينما كلب يطيف بركية كاد يقتله العطش , اد
راًته البغى من بغايا بنى اسرايل, فنزعت موقها, قسقته, فغفر لهابه.(متفق عليه)
Artinya:
Abu Hurairah berkata, Nabi SAW bersabda: Ketika ada anjing
berputar-putar diatas sumur hampir mati kehausan, tiba-tiba dilihat oleh
seorang wanita pelacur dari Bani Isarail, maka segera ia membuka sepatunya lalu
digunakan menimba air sumur lalu diminumkan pada anjing itu, maka Allah
mengampunkan baginya.
Sumber: Lu’lu’ Walmarjan (1448)
3.
Pesan dasar
Dalam pandangan Islam, anjing memang
dinyatakan najis bahkan ada di jajaran najis mughallazhah, akan tetapi
sebagai manusia yang menganut agama rahmat, memandang anjing jangan dilihat
dari sisi najisnya, tapi dari sisi manfaat yang dimiliki oleh hewan tersebut.
Dan perlu diketahui pula bahwa menyayangi binatang termasuk salah satu aspek
akhlak Islam, yaitu akhlak terhadap lingkungan dan hewan
4.
Pendapat Ulama
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani
dalam kitabnya “Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah wa Syaiun min Fiqhiha wa
Fawaa’idiha (Silsilah Hadits Shahih)” secara istimewa telah memberikan
ruang tersendiri berkenaan bab khusus hadits-hadits Nabi saw. tentang seruan
untuk menyayangi hewan. Dalam pengantar bab tersebut, Syaikh Nashiruddin
al-Albani mengatakan,
“…Hadits-hadits itu menunjukkan betapa besar perhatian
orang-orang terdahulu saran-saran Nabi s.a.w. tentang kasih sayang terhadap
hewan. Walaupun hakekatnya semua itu (kumpulan hadits-hadits tersebut) masih
sedikit sekali porsinya, ibarat setetes air di lautan. Namun hal itu telah
memberikan alasan yang cukup kuat bahwa Islam mengajarkan untuk menyayangi
hewan, tidak seperti apa yang diduga oleh orang-orang yang sedikit
pengetahuannya tentang Islam…”
5.
Kerangka Teoritik
Dalam QS. Al-Anbiya, Allah swt.
berfirman:
وَمَآ أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً
لِّلْعَالَمِيْنَ (الأنبياء:107)
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi semesta alam“ (Q.S. al-Anbiyaa’ 21:107)
Ayat ini menjadi salah satu dasar
ajaran bagaimana seharusnya seorang muslim berperilaku dalam kehidupan
sosialnya di masyarakat. Tak hanya memberikan manfaat yang baik bagi sesama
manusia (hablumminannaas), tetapi juga flora dan fauna di alam semesta
ini. Salah satu media untuk melatih sifat rahmatan lil’alamin bagi
muslim adalah dengan menyayangi hewan.
Hal ini bisa terlihat dari beberapa
cuplikan hadits Nabi yang berisi seruan untuk menyayangi hewan dan larangan
berbuat dzalim terhadap mahluk-mahluk Tuhan khususnya hewan, seperti halnya
pada hadits di atas.
Syaikh Nashiruddin al-Albani pun
menyindir tentang kesalahpahaman non muslim yang beranggapan Islam tidak pernah
mengajarkan kasih sayang kepada hewan, hal ini diakibatkan pula karena realitas
sosial dari kalangan muslim yang tidak atau belum mengamalkan seutuhnya seruan
Nabi Muhammad saw. dalam memberikan perhatian khusus terhadap dunia hewan.
1.
Yang dimaksud dengan hewan yang
ditolong adalah hewan yang dihormati yang tidak diperintahkan untuk dibunuh.
Memberi minum pada hewan itu akan meraih pahala. Memberi makan juga termasuk
bentuk berbuat baik padanya. Demikian penjelasan dari Imam Nawawi dalam Syarh
Shahih Muslim (14: 214).
2.
Boleh bersafar seorang diri
tanpa membawa bekal selama tidak khawatir kesulitan berat saat safar. (Fathul
Bari, 5: 42).
3.
Hadits di atas juga berisi
motivasi untuk berbuat baik pada manusia. Jika dengan memberikan minum pada
anjing bisa mendapatkan pengampunan dosa, maka memberi minum pada manusia tentu
pula akan mendapatkan pahala yang besar. (Idem)
4.
Boleh memberikan sedekah sunnah
pada orang musyrik selama tidak ada yang muslim. Namun jika ada, ia lebih
berhak. (Idem)
5.
Jika ada hewan yang butuh
minum, manusia pun demikian, maka manusia yang lebih didahulukan. (Idem)
6.
Memberikan minum pada hewan
yang membutuhkan termasuk pula anjing akan menuai pahala dan terhapusnya dosa.
7.
Besarnya karunia Allah dan
keluasan rahmat-Nya. Dia membalas dengan balasan yang besar atas perbuatan yang
sedikit. Allah mengampuni dosa orang tersebut hanya dengan sedikit perbuatan, yaitu
dengan memberi minum anjing.
8.
Seorang muslim pelaku dosa
besar tidak divonis kafir. Bisa jadi Allah mengampuni dosa besar tanpa taubat
karena dia melakukan kebaikan yang dengannya Allah mengampuninya. Wanita pezina
itu diampuni bukan karena taubatnya, namun karena dia memberi minum anjing,
sebagaimana hal itu jelas terlihat dari hadits. Tidak mengkafirkanseorang
muslim karena suatu dosa adalah sesuatu yang ditetapkan di dalam syariat
Taurat, juga dalam syariat Islam.
7.
Nilai
Pendidikan
Dalam pandangan Islam, anjing memang
dinyatakan najis bahkan ada di jajaran najis mughallazhah, akan tetapi
sebagai manusia yang menganut agama rahmat, memandang anjing jangan dilihat
dari sisi najisnya, tapi dari sisi manfaat yang dimiliki oleh hewan tersebut.
Dan perlu diketahui pula bahwa menyayangi binatang termasuk salah satu aspek
akhlak Islam, yaitu akhlak terhadap lingkungan dan hewan.
Daftar Pustaka
1.
Lu’lu’ wal Marjan:
1488,1682,1683
2.
An Nawawi.23
3.
Kuliner
akal:Hadits-Hadits Pendidikan)
4.
Muslim or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar