KETIKA FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN DIPERTANYAKAN
Sebelum tahun 1997 masalah
kemiskinan di Indonesia dipandang sebagai masalah konvensional yang akan
berkurang dengan sendirinya apabila kemajuan pembangunan di bidang ekonomi dan
infrastruktur berhasil dicapai. Pasca krisis multidimensional pada tahun 1997 –
1998 masalah kemiskinan menjadi masalah yang mengemuka karena jumlah penduduk
miskin meningkat sangat tajam. Perhatian pemerintah terhadap masalah kemiskinan
tidak terbatas pada kondisi kehidupan masyarakat yang menurun kualitasnya
karena lemahnya daya beli tetapi juga karena masalah kemiskinan ditengarai
sebagai pemicu timbulnya berbagai masalah sosial lain, seperti pengemis, perdagangan
anak dan perempuan, anak jalanan dan anak terlantar.
Untuk mengatasi masalah kemiskinan,
pemerintah telah menetapkan kebijakan dan langkah-langkah konsolidasi
program-program penanggulangan kemiskinan dengan berbagai sektor[1]
dan pihak-pihak yang peduli[2]
terhadap masalah kemiskinan. Kebijakan dan langkah-langkah penanggulangan
kemiskinan tersebut terdiri atas tiga paket program yang bertujuan untuk
memberikan perlindungan dan pemenuhan hak. Pertama, pemenuhan hak atas
pendidikan, kesehatan, pangan, sanitasi dan air bersih. Paket program pertama
ini disebut sebagai program bantuan dan perlindungan sosial. Jenis bantuan pada
paket program pertama adalah bantuan beras untuk keluarga miskin (Raskin), dana
BOS, BLT, PKH dan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Kedua, pemenuhan
hak atas berpartisipasi, kesempatan kerja dan berusaha, tanah, sumber daya alam
dan lingkungan hidup serta perumahan. Paket program kedua disebut sebagai
program pemberdayaan masyarakat yang lebih dikenal sebagai Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) PNPM Mandiri. Ketiga, pemenuhan hak atas kesempatan berusaha
dan bekerja serta sumber daya alam dan lingkungan hidup. Paket program ini
disebut sebagai program pemberdayaan usaha mikro dan kecil. Jenis bantuan pada
paket program ini adalah kredit usaha rakyat (KUR) dan bantuan modal bagi usaha
kecil dan menengah (UKM).
Dari masing-masing paket program
tersebut dapat dilihat bahwa program pemberdayaan masyarakat berada pada paket
program yang kedua. Sasaran program pemberdayaan adalah masyarakat yang berada
di sekitar garis kemiskinan dan rentan terperosok dalam kondisi miskin ketika
mengalami guncangan yang disebabkan oleh berbagai krisis seperti krisis ekonomi
atau krisis politik[3].
Kebijakan yang ditetapkan dalam PNPM Mandiri[4]
antara lain : 1) sebagai wadah/kerangka bagi konsolidasi program-program
penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat, 2) pendekatan
berbasis pembelajaran, 3) pembentukan kelompok masyarakat menjadi modal sosial,
4) membuka penuh dan mendekatkan sumber daya kapital/modal ekonomi langsung
kepada masyarakat, 5) memandirikan masyarakat dengan menguatkan modal sosial
didukung oleh modal ekonomi dan modal SDM, 6) harmonisasi berbagai kegiatan
pemberdayaan masyarakat dan perubahan dari ‘skema proyek’ menjadi ‘skema
program’.
Dari kebijakan yang ditetapkan
pemerintah dapat dilihat bahwa pada semua program pemberdayaan selalu disertai
dengan pemberian bantuan, baik berupa modal fisik maupun berupa modal ekonomi.
Dalam program pemberdayaan melalui PNPM Mandiri modal ekonomi justru digunakan
untuk menguatkan modal sosial masyarakat. Paradigma pembangunan dan kebijakan
penanggulangan kemiskinan yang selalu mengedepankan bantuan dan modal ekonomi
ini menjadi tanda tanya besar bagi peneliti. Apakah program pemberdayaan yang
dimaksudkan pemerintah identik dengan penguatan modal ekonomi masyarakat dan
seberapa besar kemajuan yang dicapai oleh masyarakat setelah menerima bantuan
?. Pada tahun 2008 dana APBN untuk mengurangi kemiskinan mencapai 80 trilyun
rupiah. Namun pemerintah pun belum bisa mengevaluasi hasil yang dicapai dengan
alasan banyaknya versi kemiskinan di Indonesia[5].
Kenyataan di lapangan menunjukkan
bahwa pemberian bantuan selain memberikan dampak positif juga membawa dampak
negatif. Sementara itu, kebijakan program pemberdayaan yang disertai dengan
pemberian bantuan ekonomi ternyata belum bisa diukur tingkat keberhasilannya.
Berdasarkan analisis terhadap kondisi-kondisi ini penulis melakukan kajian
pustaka terhadap berbagai pandangan konseptual mengenai kemiskinan untuk
merancang model pemberdayaan yang lebih tepat dalam mengatasi masalah
kemiskinan sekaligus meningkatkan kemandirian masyarakat.
[1]
Sektor-sektor yang melaksanakan program-program penanggulangan kemiskinan
antara lain Departemen Kesehatan melalui program Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas), Departemen Sosial melalui program BLT dan PKH serta Departemen
Pendidikan melalui program BOS.
[2] Dalam
menanggulangi kemiskinan pemerintah Indonesia didukung oleh pihak-pihak dari
luar negeri seperti Bank Pembangunan Asia dan Bank Dunia serta pihak-pihak dari
dalam negeri seperti LSM-LSM lokal.
[3] Krisis
dimaksud bisa berasal dari ruang lingkup yang luas misalnya krisis ekonomi dan
politik yang dialami negara yang menyebabkan peningkatan harga-harga kebutuhan
pokok masyarakat dan bisa berasal dari ruang lingkup yang lebih sempit misalnya
di tingkat perusahaan yang menyebabkan seseorang kehilangan pekerjaan atau di
tingkat keluarga karena terjadi musibah.
[4] Dikutip
dari paparan Deputi Menko Kesra bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan
dengan tema “Trend pembangunan berbasis masyarakat” yang disampaikan pada
seminar nasional hari ulang tahun INKINDO ke-29, tanggal 10 Juli 2008.
[5]
Pernyataan Asisten Deputi Menko Kesra Urusan Kelembagaan dan Kemitraan –
Soepeno Sahid dalam pertemuan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Nasional
dan Daerah di Bandung pada tanggal 7 Mei 2009. Soepeno mengatakan
program-program yang dibiayai dengan dana sebesar 80 trilyun rupiah tersebut
antara lain BLT, BOS, PNPM Mandiri dan KUR. (Harian Pikiran Rakyat, 7 Mei
2009).
UPAYA PENGURANGAN KEMISKINAN VERSI ASIAN DEVELOPMENT
BANK (Bag. 2 – End)
Tags
Rate This
I. STRATEGI
Strategi yang ditetapkan oleh Asian
Development Bank (ADB) atau Bank Pembangunan Asia dalam mencanangkan upaya
mengurangi kemiskinan menitikberatkan pada fokus negara yang lebih luas dan
memberi prioritas pada lintas sektoral. Strategi tersebut kemudian
dipilah-pilah lagi dalam strategi yang lebih operasional sebagai berikut
:
A. Fokus Negara yang lebih Luas
1.
Analisa Kemiskinan yang berfokus
pada Negara
a. ADB akan melibatkan pemangku kepentingan dalam suatu negara
untuk melakukan analisa terhadap sifat dasar, intensitas dan sebaran
kemiskinan, penyebab kemiskinan, dampak kebijakan publik, fokus dan efisiensi
belanja pemerintah serta efektifitas program dan lembaga pemerintah.
Analisa ini akan digunakan dalam membahas hubungan antara kasus-kasus
kemiskinan dan intervensi-intervensi dalam berbagai sektor dan bidang lintas
sektor.
b. ADB akan mendukung perbaikan pengumpulan dan tata kelola
data, riset dan analisa kemiskinan. Kajian kemiskinan yang dilakukan akan
meninjau ulang dan memberikan pandangan terhadap strategi nasional dan
merekomendasikan kebijakan.
2. Membangun Kemitraan yang berkaitan dengan Strategi
Pengurangan Kemiskinan Nasional
a. ADB harus memperkuat keterkaitan hubungan operasionalnya
dengan NPRS dengan cara memobilisasi penuh semua pemangku kepentingan,
memperkuat kemitraan dan memperbaiki mutu CSP.
b. ADB akan berkolaborasi dengan badan-badan PBB dan Bank-bank
multilateral guna mengadakan kajian mengenai kemiskinan, memahami berbagai
pendekatan yang dapat ditempuh untuk mengurangi kemiskinan serta untuk
mendukung persiapan dan pelaksanaan NPRS.
c. Kolaborasi ADB dengan Dana Moneter Internasional dan Bank
Dunia, badan-badan PBB dan organisasi-organisasi pembangunan bilateral meliputi
strategi nasional, pelaksanaan program, analisa, pendanaan bersama, pendektan
bantuan di tingkat sektor (SWAps), advokasi kebijakan, serta pengukuran dan
pengawasan hasil yang dicapai sehubungan dengan MDGs dan beberapa indikator
kemiskinan lainnya.
3. Strategi-strategi Nasional dan pembuatan Program yang
berorientasi Hasil
a. ADB akan memberikan bantuan untuk meningkatkan kapasitas
dalam menyiapkan dan memperbaharui strategi-strategi pembangunan nasional
negara anggotanya serta ikut serta dalam diskusi-diskusi yang dipimpin oleh
pemerintah untuk membahas strategi-strategi tersebut.
b. Menilai tujuan-tujuan pembangunan dalam NPRS selama tahap
persiapan CSP untuk memastikan bahwa peran dan tujuan-tujuan ADB bersifat jelas
dan ada strategi maupun program yang kredibel dalam CSP untuk mencapai
tujuan-tujuan tersebut.
c. CSP akan menentukan sektor, sub sektor dan jenis-jenis
proyek yang sesuai dengan konteks spesifik kemiskinan pada masing-masing
negara-negara anggota ADB serta strategi-strategi dan prioritas-prioritas
negara tersebut dalam pengurangan kemiskinan. CSP akan merinci apakah
kegiatan ADB akan secara langsung menjadikan kaum miskin sebagai sasaran atau
secara tidak langsung.
d. CSP akan memiliki kerangka kerja untuk hasil-hasil yang
mencakup pengawasan dan yang menghubungkan kendala-kendala pengurangan
kemiskinan yang sudah diidentifikasi dalam kajian-kajian mengenai kemiskinan
dengan program-program yang diusulkan, keluaran yang diinginkan dan hasil yang
diharapkan.
e. Mengukur hasil-hasil yang dicapai oleh CSP dengan
menggunakan indikator-indikator yang berlaku bagi setiap tonggal, sektor dan
prioritas tematis yang terkait.
B. Prioritas-prioritas Lintas Sektor
1. Kesetaraan Jender
ADB mempertimbangkan isu-isu mengenai jender dan pembangunan
ke dalam pekerjaan-pekerjaan, pinjaman-pinjaman, bantuan teknis serta kegiatan-kegiatan
ekonomi dan sektor lainnya.
2. Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan
ADB mengangkat kebijakan lingkungan hidup yang mengatur :
a. Intervensi-intervensi lingkungan hidup
b. Pengarusutamaan isu-isu lingkungan pada proyek-proyek yang
bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
c. Pemeliharaan sistem-sistem penunjang kehidupan di tingkat
regional maupun global.
d. Mendorong pengembangan kemitraan yang efektif.
e. Pengintegrasian pertimbangan-pertimbangan mengenai
lingkungan hidup ke dalam operasi-operasi ADB.
3. Pembangunan Sektor Swasta
ADB akan membantu negara berkembang untuk menciptakan
lingkungan yang memungkinkan partisipasi sektor swasta dalam pembangunan dan
yang melahirkan peluang usaha melalui kegiatan sektor publik.
4. Kerja sama Regional
ADB akan terus memberikan prioritas tinggi bagi kerja sama
sebagai cara bagi negara-negara berkembang untuk menghapuskan kendala fisik
maupun kelembagaan terhadap perdagangan dan investasi.
5. Pengembangan Kapasitas : Sebuah Penekanan Baru pada Strategi
Pengurangan Kemiskinan (PRS)
ADB akan berupaya menyediakan dukungan strategis untuk
meningkatkan kapasitas negara berkembang yang menjadi anggotanya dalam rangka
menyusun dan melaksanakan kebijakan-kebijakan serta melakukan pembaharuan
investasi yang dibutuhkan guna mengurangi kemiskinan.
II. PELAKSANAAN STRATEGI
Tindakan-tindakan dan
kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan ADB untuk mencapai tujuan dalam rangka
upaya pengurangan kemiskinan berdasarkan strategi yang telah ditetapkan adalah
sebagai berikut :
A. Mengelola Sumber Daya untuk Hasil-hasil Pembangunan yang
Optimal
1. Manajamen dan kegiatan yang beroritentasi pada hasil untuk
membuat perbaikan-perbaikan yang nyata dalam hasil-hasil pembangunan.
Perbaikan-perbaikan tersebut mencakup :
a. Pembentukan sebuah ‘unit tata kelola’ untuk hasil-hasil
pembangunan yang optimal (MfDR).
b. Mengembangkan proses-proses/prosedur-prosedur untuk MfDR.
c.
Pengarusutamaan MfDR di seluruh
jajaran ADB.
d. Perbaikan sistem dan proses tata kelola sumber daya manusia
serta pelaksanaan sebuah strategi tata kelola sumber daya manusia yang baru.
e. Penyelarasan kebijakan-kebijakan, strategi-strategi dan
pendekatan-pendekatan operasional dengan agenda strategis utama ADB termasuk
PRS dan kerangka strategis jangka panjang yang telah disempurnakan.
f. Perbaikan pendekatan-pendekatan ADB untuk mendukung
pembangunan kapasitas negara-negara berkembang yang menjadi anggota ADB.
2. Monitoring dan Evaluasi pada tingkat Proyek
Tim-tim Proyek akan memastikan bahwa proyek dirancang dengan
baik dan dilaksanakan secara efektif serta dilakukan penilaian di akhir
pelaksanaan.
3. Monitoring dan Evaluasi pada tingkat Sektor dan Bidang
Lintas Sektor
ADB akan mengawasi, mengevaluasi dan melaporkan kemajuan
yang dicapai oleh pelaksanaan PRS dalam kegiatan-kegiatan sektor dan
prioritas-prioritas bidang lintas sektor.
4. Monitoring dan Evaluasi di tingkat Nasional
Hasil-hasil suatu negara akan diawasi dengan mengacu pada
tiga tonggak dan prioritas-prioritas lintas sektor dan akan merupakan gabungan
dari seluruh intervensi ADB, baik yang bersifat pinjaman maupun non pinjaman
dalam sebuah negara. Tim-tim Nasional akan bertanggung jawab dalam
mengawasi kemajuan dari keluaran-keluaran serta hasil-hasil yang dicapai.
5. Monitoring dan Evaluasi di tingkat Kelembagaan
Keluaran-keluaran dari pelaksanaan PRS akan diukur dalam
dimensi-dimensi :
a. Perbaikan mutu CSP
b. Perbaikan mutu proyek
c.
Pelaksanaan proyek yang efektif
d. Peningkatan kontribusi dari landasan pengetahuan yang
mendukung pengurangan kemiskinan
e. Kemitraan yang lebih kuat guna mencapai MDGs
6. Penggolongan Proyek untuk melacak Masukan
Proyek-proyek akan digolongkan sebagai intervensi dengan
sasaran khusus jika proyek-proyek tersebut difokuskan pada rumah tangga,
kawasan geografis tertentu dan pada sektor atau sub sektor yang secara langsung
mendukung pencapaian MDGs yang terkaitan dengan kemiskinan non
pendapatan.
B. Membantu meningkatkan Pembelajaran dan Pengembangan
Perangkat-perangkat Baru
1. Menggunakan pengetahuan (global, regional maupun lokal)
dalam kampanye-kampanye pengurangan kemiskinan agar strategi pengurangan
kemiskinan (PRS) dapat dilaksanakan.
2. Mengaplikasikan variasi-variasi dari instrumen-instrumen
yang sudah digunakan dalam pendekatan-pendekatan baru untuk pengurangan
kemiskinan, yang mencakup :
a. Menjalin kemitraan dengan badan-badan lain secara efektif
dalam pemberian bantuan yang menggunakan pendekatan sektor secara luas (SWAp)
guna mencapai tujuan-tujuan sektor.
b. Pinjaman-pinjaman untuk mendorong pembaharuan kebijakan
untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan NPRS guna memberikan
dukungan jangka panjang terhadap pelaksanaan strategi pengurangan kemiskinan
nasional (NPRS).
c. Sebuah pinjaman program yang bersifat ‘loan’ yang
memungkinkan diberikannya bantuan secara luwes untuk mendukung
reformasi-reformasi kebijakan dan pengembangan kelembagaan.
d. Memberikan lebih banyak pinjaman untuk mendukung kegiatan
percontohan guna menguji pendekatan-pendekatan inovatif terhadap pengurangan
kemiskinan.
e. Peningkatan dana-dana investasi sosial.
f. Lembaga-lembaga Swadaya Masyarakat pendukung yang telah
memiliki catatan yang meyakinkan dalam bekerja bersama kaum miskin.
C. Membangun Kapasitas ADB dalam melaksanakan Strategi yang
telah ditingkatkan
1. Kemampuan Keuangan
Mendesak negara-negara donor agar memberikan komitmen untuk
menyediakan sumber daya keuangan dalam jangka menengah untuk memperbaiki
kepastian dan keberlangsungan bantuan keuangan, khususnya bagi negara-negara
berkembang yang menjadi anggota ADB yang meluncurkan strategi-strategi dan
program-program pengurangan kemiskinan jangka menengah serta menyederhanakan
syarat-syarat pinjaman dan memperbaiki ketentuan-ketentuan pemberian pinjaman
dana yang diusahakan ADB dari pasar uang agar kegiatan penanganan kemiskinan
dapat lebih fokus.
2. Menambah keragaman perangkat keuangan dan investasinya agar
bantuan yang diberikan dapat lebih sesuai untuk memenuhi kebutuhan yang
kompleks dalam pengurangan kemiskinan. ADB akan berusaha menyediakan
bantuan hibah secara selektif bagi negara-negara yang paling miskin.
3. Mendukung upaya-upaya internasional untuk mencapai tujuan
MDGs.
4. Kapasitas Organisasional.
ADB akan terus memperkuat kapasitas organisasionalnya untuk
secara efektif mengupayakan kemiskinan di negara-negara berkembang yang menjadi
anggotanya.
5. ADB akan terus membangun landasan pengetahuan yang
dibutuhkan melalui pelatihan keterampilan yang terfokus dengan baik dan
program-program mentoring.
6. ADB akan meningkatkan kapasitas kantor-kantor perwakilannya
guna mengawasi dan membuat laporan mengenai kemiskinan dan untuk membantu
kemiskinan mengintegrasikan kemiskinan ke dalam kegiatan-kegiatan ADB.
Analisa :
Sebagaimana
dasar pemikiran dan kerangka kerja ADB untuk mengurangi kemiskinan maka pada
penetapan strategi dan mekanisme pelaksanaannya, ADB cenderung memberikan
‘porsi’ yang lebih besar dalam upaya peningkatan perekonomian negara-negara
anggotanya. Upaya ADB untuk mempengaruhi kebijakan dan pelaksanaan
kegiatan lintas sektor lebih banyak diarahkan untuk memberikan peluang dan
kesempatan bagi sektor swasta dalam pengembangan usahanya. Hal ini layak
untuk diwaspadai sebagai upaya kapitalisme yang terselubung. Strategi ADB
untuk pemberdayaan ekonomi lokal nampaknya baru sebatas pemberian penyadaran
bagi masyarakat miskin mengenai potensi yang mereka miliki untuk ‘bertahan
hidup’. Kegiatan-kegiatan ADB untuk meningkatkan pemberdayaan ekonomi
lokal belum memberikan alur mediasi untuk membuat jaringan kerja antara
pengusaha ekonomi lemah dengan sektor-sektor swasta yang kuat.
Penyusun
melihat bahwa besaran program dan kegiatan ADB lebih diutamakan kepada
kelompok-kelompok pemilik modal. Upaya ADB untuk mempengaruhi
kebijakan-kebijakan negara anggotanya lebih bertujuan untuk memperluas ruang
gerak sektor swasta dalam usaha di bidang perekonomian. Sebagaimana
disebutkan dalam mekanisme pelaksanaan strateginya, ADB mengelompokkan
kegiatan-kegiatan yang berhubungan langsung dengan masyarakat miskin dan
masyarakat di kawasan terisolir ke dalam proyek-proyek khusus. Itu
berarti bahwa dukungan untuk pemberdayaan masyarakat miskin dan terisolir bukan
merupakan bagian dari strategi dan program utama ADB.
ADB
menggunakan kesehatan dan pendidikan sebagai indikator untuk menghitung angka
kemiskinan masyarakat dalam suatu negara namun ADB belum cukup konsisten untuk
memberikan dukungan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dan tingkat
pendidikan masyarakat di negara-negara anggotanya. ADB tidak memuat
secara spesifik mengenai strategi yang berkaitan dengan kesehatan dan
pendidikan.
Layak
untuk dicermati adalah strategi ADB dalam upaya untuk membantu menggalang dana
dari negara-negara donor dan penyalurannya kepada negara-negara miskin yang
membutuhkan bantuan. Dalam hal ini sangat jelas terlihat bahwa ADB adalah
organisasi tingkat Asia Pasifik yang menyediakan diri sebagai suatu lembaga
penghimpun dana yang tentunya mendapat keuntungan dari upaya yang
dikelolanya. Patut pula dipertanyakan mengenai bantuan yang bersifat
pinjaman dan non pinjaman. Apakah bantuan yang berupa pinjaman harus
dikembalikan berikut bunga dan ‘konsekuensi kepatuhan’ dari negara yang
meminjam kepada ADB dan negara yang menjadi donor ?. Apakah bantuan yang
non pinjaman kemudian juga menyebabkan negara yang mendapat bantuan menjadi
‘berhutang budi’ kepada ADB dan pihak donor ?. Apa konsekuensi yang harus
dilakukan oleh negara yang mendapat bantuan ?. Pertanyaan-pertanyaan ini
adalah sikap skeptis penyusun terhadap ‘kebaikan’ ADB. Penyusun sangat
yakin bahwa tidak ada kebaikan suatu lembaga keuangan yang tidak menyimpan
sejumlah harapan keuntungan dari upaya yang dilakukannya.
Walaupun
berbagai pertanyaan skeptis mendasari penyusun dalam menganalisa kebijakan dan
strategi ADB namun secara obyektif penyusun memandang beberapa kebijakan dan
strategi tersebut perlu didukung oleh negara-negara anggotanya, terutama dalam
hal pengarusutamaan jender dan lingkungan hidup yang berkelanjutan.
Terlepas dari isu pemanasan global (global warming), Indonesia perlu dengan
segera menyelamatkan hutan, air dan semua aspek lingkungan yang ada. Konservasi
alam semestinya menjadi salah satu agenda utama dalam pembangunan di
Indonesia. Segala bentuk eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan selama
62 tahun kemerdekaan Indonesia telah merusak sebagian besar wilayah di negara
ini. Bila hal ini terus dibiarkan maka bukan tidak mungkin akan
menyebabkan juga kepunahan penduduknya.
Di
sisi lain, pengarusutamaan jender yang dilakukan di Indonesia perlu
dikembangkan dalam berbagai bidang, tidak hanya di sektor perekonomian.
ADB menitikberatkan strateginya yang berhubungan dengan jender kepada kemudahan
untuk mendapatkan bantuan atau dukungan bagi perempuan yang melakukan kegiatan
ekonomis produktif. Hal ini secara nyata menunjukkan bahwa lagi-lagi ADB
lebih menitikberatkan perhatiannya pada sektor ekonomi. Menurut penyusun,
pemberdayaan perempuan tidak dapat diawali dengan usaha ekonomi tetapi harus
dimulai dengan peningkatan derajat kesehatan dan pendidikannya. Perempuan
yang mempunyai usaha ekonomis produktif tidak akan pernah meningkat
kesejahteraannya apabila ia tidak memiliki pengetahuan untuk pemasaran,
pengembangan usaha dan peningkatan kualitas produks